Published on October 23, 2018
Lpmarena.com– Massa aksi yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Font Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Yogyakarta menolak peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan (PP 78/2015), Senin (22/10). Dalam Aksi yang digelar di halaman kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Yogyakarta tersebut, massa menuntut agar PP 78/2015 tidak dijadikan dasar perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2019.
Berdasarkan surat edaran Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), kenaikan UMP 2019 sebesar 8.03% dengan perhitungan upah berdasarkan PP 78/2015. Massa aksi menilai hal tersebut semakin menyengsarakan buruh dan keluarganya.
“Kami jelas melawan kebijakan upah murah yang disebabkan PP 78/2015, dan menuntut diberlakukannya Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK),” ujar Irsad Ade Irawan, juru bicara KSPSI.
Irsad menambahkan berdasarkan survei yang dilakukan elemen buruh dan FPPI Yogyakarta, Kebutuhan Layak Hidup (KHL) di Kota Yogyakarta mencapai Rp 2.911.516, Sleman Rp 2.859.085, Bantul sebesar 2.748.289, sementara Kulon Progo Rp 2.584.273 dan terendah Gunungkidul dengan Rp 2.440.517.
“Dengan PP 78 jelas tidak mencerminkan kebutuhan layak buruh dan keluarganya, dan itu bertentangan dengan pancasila dan undang-undang dasar, maka harus dibubarkan,” imbuh Irsad
Aditya Utama selaku koordinator lapangan (Korlap) mengungkapkan bahwa dengan masih diberlakukanya PP 78 akan memperpanjang garis kemiskinan dan ketimpangan di Yogyakarta.
“Anak-anak buruh kedepan akan terancam tunawisma, karena ketidak sanggupan buruh untuk membeli rumah, karena PP 78,” tegas Adit dalam orasinya.
Andung Prihadi Santoso, selaku kepala Disnakertrans menjelaskan hasil audiensi dengan perwakilan buruh, Disnakertrans hanya bisa menampung masukan metode penerapan upah dikarenakan Disnakertrans tidak mempunyai wewenang dan hanya melaksanakan intruksi dari pusat.
“Posisi kami (Disnakertrans) berada ditengah, dan tidak bisa keluar dari PP 78,” ujar Adang, sesaat setelah audiensi.
Andung juga menambahkan akan menindak tegas perusahaan-perusahaan yang nakal deangan sansi-sansi ketenagakerjaan. “Hal ini agar perusahaan benar-benar memperlakukan tenaga kerja dengan baik,” pungkasnya.
Massa aksi membubarkan diri setelah aksi yang digelar di Kantor Disnakertrans tidak mendapatkan kejelasan, dan mengancam akan aksi dengan massa yang lebih banyak pada penetapan UMP 2019 tanggal 31 Oktober 2018 mendatang. Selain dengan orasi, massa aksi juga menggelar aksi teatrikal, sebagai simbol kesengsaraan buruh akibat PP 78.
Reporter : Basit Lazuardi dan Ajid FM
Redaktur: Syakirun Ni’am
Gambar: DetikNews