Published on October 24, 2018
Lpmarena.com- Konsep pendidikan Padepokan Seni Bagong Kassudiardja (PSBK) dibangun menggunakan dasar pendidikan Indonesia. Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara membangun Taman Siswa, Bagong Kassudiarja membangun padepokan seni. Bedanya, ia menerapkan sistem kekeluargaan. Hal tersebut disampaikan oleh Bimo Wiwohatmo, murid Bagong Kassudiardja angkatan 1979, di kompleks PSBK, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Sabtu malam (20/10).
Menurut Bimo, akan lebih efektif jika dalam sistem pendidikan di Indonesia mengembangkan sistem yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara dan Bagong Kassudiardja. Adapun ilmu pengetahuan dari luar digunakan sebagai referensi, bukan sumber pokok. “Bagaimana pun tidak bisa diterapkan di Indonesia karena sistemnya juga lain, ekologinya juga lain, budayanya juga lain,” jelas Bimo kepada ARENA saat mengikuti perayaan puncak 90 tahun usia Bagong Kassudiardja.
Lebih lanjut, sistem yang diterapkan Bagong menarik karena bisa mewadahi wacana dari berbagai daerah di Nusantara. “Faktanya kemudian yang datang di padepokan kan utusan daerah,” kata Bimo.
Eksektuif Direktur PSBK Jeannie Park mengatakan, padepokan ini membuka banyak ruang belajar untuk Cantrik-Mentrik. Cantrik Mentrik merupakan sebutan untuk murid Bagong angkatan tahun 1978 sampai 2002. Saat itu, menurut Jeannie, Bagong tidak bertujuan mencetak seniman, melainkan mengabdikan diri kepada masyarakat dan kemanusiaan melalui medium kesenian. “Waktu itu Pak Bagong juga tidak mau mencetak seniman,” kata Jeannie.
Bahkan, Bagong juga ditempatkan sebagai ayah. Mengutip Butet, Jeannie mengatakan ternyata Bagong bukan hanya ayah dari Butet, melainkan ayah dari para seniman. “Semoga juga eyang untuk seniman-seniman selanjutnya.”
Bagong, seorang seniman lukis dan koreografer mendirikan PSBK pada tahun 1978. Setelah wafat pada 2004 silam, sebuah lembaga nirlaba Yayasan Bagong Kassudiarja didirikan dan sekarang dipimpin oleh Butet. Saat ini Cantrik Mentrik tersebar di berbagai daerah dan menjadi tokoh di bidang seni dan budaya. Mereka menggerakkan masyarakat di tempat masing-masing dengan menggunakan kesenian.
Bimo juga mengelola sanggar Bima Dance Theatre yang ia dirikan bersama komunitas tari di Yogyakarta sejak tahun 1993. Mengelola sanggar seni bukan tanpa tantangan. Kendala yang dihadapi beragam, seperti pembinaan, organisasi, senimanya, atau suatu masalah yang sangat kompleks.
Namun, Bimo berpandangan, berkesenian harus menghadapi kendala. Sebab, dari sanalah kegiatan berkesenian berkembang. Di luar itu, ia melihat kesenian belum menjadi kebutuhan ruhani. Bagi masyarakat, kebutuhan pokok mereka terbatas sandang, pangan, dan papan. “Sebagai hiburan, rohani belum sampai ke sana,” tutur Bimo.
Sementara itu, putera Bagong Kassudiardja, Butet Kartaredjasa mengungkapkan, saat ini PSBK menjadi semacam laboratorium. Setiap kelompok disilakan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Hal ini menjadi bentuk motivasi agar setiap orang berani berkaryacipta dan berkreativitas di bidangnya.
Butet berharap, seniman yang berproses di PSBK memiliki etos kreatif dan berani berkarya meskipun berada di tengah-tengah masyarakat yang berpikiran pragmatis. “Di tengah ancaman penindasan terhadap produk-produk eskpresi budaya,” kata Butet sambil menikmati pementasan tari pada Kamis malam (18/10).
Padepokan Seni Bagong Kassudiardja memperingati hari jadinya yang ke 40, bersamaan dengan peringatan 60 Tahun Pusat Latihan Tari Bagong Kassudiardja, dan 90 Tahun usia almarhum Bagong Kassudiardja. Merayakan momen besar tersebut, diadakan acara gelar seni bertajuk Gugus Bagong: Gelar Seni dan Temu Akbar Alumni Cantrik Mentrik PSBK Angkatan 1978 – 2002 Nusantara-Asean. Bertempat di kompleks PSBK, pagelaran ini diadakan tiga hari berturut sejak 18 sampai 20 Oktober.
Reporter: Firdan Haslih Kurniawan
Foto: Fidya LS
Redaktur: Syakirun Ni’am