Published on November 15, 2018
Lpmarena.com- Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan tidak melulu berdampak positif, bahkan bisa mendatangkan masalah.
Hal ini ia sampaikan dalam diskusi Menatap Masa Depan HAM di Indonesia yang diseenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Amnesty International Indonesia, dan Social Movement Institute di Wisdom Park UGM, Sabtu sore (10/11).
Growth atau pertumbuhan dalam ilmu ekonomi seringkali mendorong suatu negara untuk mengejar perkembangan ekonomi dengan cara-cara pendekatan ekonomi makro. Hal itu kerap dilakukan tanpa mempertimbangkan hak asasi manusia (HAM).
Di Indonesia, pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi dengan menggenjot pembangunan infrastruktur. Dalam tindakannya itu, pemerintah kerap menggusur tanpa melakukan dialog terlebih dahulu dengan masyarakat terdampak. “Mengejar investor-investor luar negeri tanpa mempertimbangkan keharmonisan, tanah ulayat, masyarakat adat, dan setetusnya,” kata Usman.
Menurut Usman, pembangunan infrasruktur berlebihan yang terjadi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo mengesampingkan agenda utama reformasi, yakni pemberantasan korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai penghambat proyek infrastruktur. Dampaknya, kasus penyerangan yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan dan penyerangan-penyerangan terhadap petugas KPK lainnya tidak dianggap sebagai suatu persoalan serius.
Hal yang senada juga disampaikan oleh Direktur Social Movement Institute Eko Prasetyo. Menurutnya pemerintah terlalu terobsesi pada pembangunan infrastruktur dan dampaknya kurang dipertimbangkan secara mendalam. “Presiden mencanangkan pembangunan proyek infrastuktur kemudian menyita sejumlah sawah, tanah, dan kosekuensi-kosekuensi obsesi pembangunan, itu kemudian tanpa pertimbangkan yang lebih dalam, yang merusak ekologi lingkungan.”
Eko memberi contoh kasus yang menimpa kalangann petani di Kebumen, Jawa Tengah yang ia dampingi. Tanah mereka dialihfungsikan menjadi pangkalan militer. Dalam hal ini, menurut Eko, mestinya pemerintah menghargai dan melindungi hak hidup petani berikut kemampuan ekonominya. Aspek HAM dan kualitas manusia mesti menjadi prioritas.
Di sisi lain, universitas juga harus terlibat dalam kesadaran mengenai HAM di Indonesia. Sehingga lulusan perguruan tinggi juga menyadari betapa pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. “Kampus bukan hanya menentukan pengetahuan, tetapi juga menciptakan anak-anak yang berkomitmen dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan,” tutur Eko.
Selain mendiskusikan permasalahan HAM, dalam acara ini juga terdapat pemutaran film Kiri Hijau Kanan Merah serta penyerahan dan pemasangann instalasii seni UNITY Amnesty International Indonesia kepada pihak UGM.
Reporter: Ahlal
Redaktur: Syakirun Ni’am