Lpmarena.com– “Jokowi-JK rezim Pinochio! Jokowi-JK rezim Pinochio! Jokowi-Jk rezim Pinochio!” yel yel Aliansi Gerakan 24 September (G24S) yang terdiri dari sejumlah mahasiswa, satuan pelajar, dan masyarakat sipil menggema pada aksi Hari Tani di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Yogyakarta, Selasa (24/09).
Jokowi-JK dianggap telah melakukan penindasan terhadap rakyat dan pro investasi. Hal tersebut dinilai dari Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU Pertananahan) mengandung pasal-pasal yang bertentangan dengan semangat reforma agraria.
“RUU Pertanahan dipelintir dengan mudah oleh Jokowi-JK dibawah sistem kapitalisme, jadi sumber akar pemasalahan ini ada di ideologi yang dianut, yaitu ideologi kapitalisme. Episentrumnya berada di DPR,” ungkap Muhammad Syahran, Koordinator Umum aksi G24S.
Selain RUU Pertanahan, tambah Syahran, bentuk tindakan pemerintah yang pro kapitalisme misalnya dalam kasus pembangunan Yogyakarta International Airport(YIA) di Kulon Progo beberapa waktu lalu.
Kasus tersebut menunjukkan bahwa pemerintah lebih berpihak pada pembangunan dan pemilik modal. Lahan yang berada di kawasan tersebut masih tergolong produktif dan mampu berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, namun pemerintah mengambil dan mengalih fungsikan untuk pembangunan, dimana akan berdampak pada nasib petani nantinya.
“Memang kita tidak menolak pembangunan, tetapi yang kita tolak adalah watak kapitalnya. Hubungan produksi dari adanya pariwisata dan bandara nanti akan menyulitkan petani disana,” tambah Syahran.
Caca, peserta aksi yang berasal dari Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, juga mengungkapkan kekecewaannya pada rezim yang berkuasa saat ini. Caca mengungkapkan bahwa konflik agraria masif terjadi. Ia mencontohkan kasus agraria yang terjadi di Kebumen. Banyak petani yang diadili karena mempertahankan tanahnya dan sehingga harus dihadapkan dengan aparat militer.
“Mereka para petani hanya ingin mempertahankan tanahnya, apalagi mereka sudah punya sertifikat yang lengkap,” ungkap Caca.
Caca merasa bahwa hingga saat ini kebijakan yang dibuat oleh pemerintah belum pro terhadap rakyat dan berbagai regulasi atau undang-undang yang diambil dan direvisi belum menyelesaikan konflik agraria.
Aksi yang merespon Hari Tani ke-59, berlangsung dari Parkiran Abu Bakar, berhenti di kantor DPRD dan berakhir di depan titik Nol KM.
Aksi tersebut berjalan dengan tertib, perwakilan dari ketua sementara DPRD DIY, Huda Tri Yudianadan, menyatakan bahwa mendukung aksi tersebut dan menolak disahkannya RUU Pertanahan dan Ketenagakerjaan. Anton Prabu Semandawai, Wakil Ketua DPRD DIY, juga ikut mengapresiasi adanya aksi.
“Jadi apa yang diaspirasikan kawan-kawan hari ini kami sepakat. Bukan karena desakan dari mahasiswa ataupun dari forum ataupun kelompok. Apapun yang menjadi aspirasi dari kawan-kawan semuanya akan kami akomodir dan artikulasikan baik melalui pemerintah daerah maupun wakil-wakil kami yang ada di pusat,” tutur Anton.
Reporter: Kristinawati
Redaktur: Sidra