Home BERITA Refleksi 27 Tahun Sanggar Nuun

Refleksi 27 Tahun Sanggar Nuun

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Merefleksikan diri dengan mempererat kekeluargaan.

Lpmarena.comSejak awal berdirinya 27 Oktober 1992, kini Nuun telah 27 tahun menjelajahi petualangan estetik, mewarnai kesenian Indonesia, khusunya di Yogyakarta. Kali ini, ulang tahunnya direfleksikan dengan pentas kesenian bertajuk “Dwidarma Saptapesona” di Lorong Fakultas Syariah-Fishum UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (26/10).  

Tema itu sesuai dengan konsep acara yang diusung, yakni refleksi diri melalui nilai-nilai kekeluargaan dalam Sanggar Nuun. Tak hanya mempererat kekeluarga di internal Nuun saja, tapi juga dengan komunitas-komunitas lain.

“Dengan Dwidarma, kita ingin mengumpulkan kembali entah dari eksternal Sanggar Nuun atau internal Nuun. Kalau Saptapesona itu tujuh penampilan yang ada pada malam ini [acara ulang tahun Nuun],” kata Rifky Nur Fathoni, Lurah Sanggar Nuun.

Tujuh penampil yang dimaksud Rifky adalah Tari Sufi, Spiritual Adhock, UKM Kalimasda, Tarawangsa, RCC, Keroncong Sholawat dan Kamsen VI.

Menurut Rifky, keluarga harmonis dan refleksi diri menjadi dasar acara ulang tahun Sanggar Nuun ke-27 kali ini. Sebab, kata Rifky, organisasi yang kuat terdapat rasa kekeluargaan yang erat. Adapun refleksi, berguna sebagai penghayatan dan kesenangan batiniah.

“Karena untuk menghayati sebuah seni bukan hanya sebatas kepuasan pribadi, namun ada corak kebersamaan dan penghayatan di dalamnya. Nilai-nilai kekeluargaan inilah yang menjadi aspek lebih dari sekadar pentas acara ulang tahun,” tutur Rifky.

Acara dibuka dengan pembacaan surah Al-Qalam. Ayat itu menjadi identitas sekaligus roh Sanggar Nuun. Harapannya, makna Al-Qalam tercermin dalam karya-karya Nuun: seni lukis, sastra dan teater.

Pembacaan surah Al-Qalam kemudian dilanjutkan dengan pembacaan puisi: “Bismillahi majreha wa mursaha, bismillahi majreha wa mursaha, bismillahi majreha wamursaha, kulayarkan perahuku mengarungi samudra semestamu dalam samudra semestaku,” begitu penggalang puisinya. Puisi ini sebagai penanda spritualitas dalam berkesenian.

Reporter: Bisma Aly Hakim (Magang)

Redaktur: Hedi