Kebudayaan adalah salah satu solusi atas ekspresi keagamaan yang semakin hari kian kaku.
Lpmarena.com- Budaya berperan dalam menentukan ekspresi keagamaan setiap orang. Sehingga, cara melaksanakan ajaran agama mestinya tidak kaku. Hal tersebut disampaikan Jadul Maula, budayawan dan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Kesenian Kaliopak, dalam acara Ngaji Budaya. Acara tersebut sekaligus merayakan kelahiran Ikatan Santri Buntet Ponpes Cirebon (INSAN BPC) di Kokambar Jogja Expo Center, Rabu (30/10).
Menurut Jadul, sebelum menyangkut masalah pokok agama, perlu untuk menyempurnakan fitrah dalam diri menusia itu sendiri. Adapun, budaya merupakan medium pengembangan diri manusia untuk menyempurnakan fitrah.
Jadul mengambil istilah Sosrokartono dalam mengartikan budaya yang berasal dari dua kata, yaitu budi dan daya. “Budi” memiliki arti cahaya yang ada di dalam diri manusia untuk mencapai habluminallah, habluminannas, dan habluminalalam. Sedangkan “daya” merupakan raga dari manusia untuk memberdayakan “budi”.
“Karena dari para wali kita yang dulu berdakwah, orientasi yang di bangun itu manusianya,” jelas Jadul.
Jadul menambahkan bahwa pemberdayaan diri dilakukan dengan membersihkan hati terlebih dahulu. Kemudian, pemberdayaan diri diaktualkan oleh raga dengan adat, seni dan pranata sosial untuk menyelaraskan antar sesama manusia.
Lebih lanjut, Jadul menjelaskan bahwa pokok ajaran agama ada tiga, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ihsan adalah pokok paling konkret di masyarakat karena ia merupakan hasil hidup beragama. Sedangkan Iman merupakan wilayah privat: hubungan antara individu dengan Tuhannya. Oleh karena itu, Jadul melihat bahwa buah dari agama yang paling nyata di mata masyarakat ada pada dunia seni. Sebab, kesenian dapat menghibur dan menyenangkan orang lain serta mengajak masyarakat untuk berbuat baik yang berujung pada akhlakul karimah.
“Teman-teman yang bergerak di dunia seni itu, dia akan berusaha menampilkan dirinya supaya dilihat baik, dan mengajak orang lain untuk menikmati kebaikan,” terang Jadul.
Muhamad Abdullah Syukri, alumni Ponpes Buntet Cirebon yang juga menjadi pembicara Ngaji Budaya, memandang budaya Indonesia sebagai pondasi kuat dalam persatuan bangsa. Sebab, budaya dan agama dapat berjalan di koridornya masing-masing.
“Entah orang Manado, Padang, Papua, Islam, ya, Islam saja. Tanpa menghilangkan budayanya” kata Abdullah.
Abdullah mangagumi cara beragama masyarakat Indonesia di tengah-tengah keberagaman yang luar biasa. Di luar negeri, Abdullah mencontohkan Amerika, orang yang ingin memilih menjadi agamis hanya bisa menjadi religius saja. Begitu pula jika ingin menjadi nasionalis maka hanya bisa menjadi sekuler saja. Menurut Abdullah, mereka tidak bisa meleburkan perbedaan yang ada. Sedangkan Indonesia memiliki cara tersendiri untuk mengkolaborasikan berbagai bidang di bawah Ukhuwah Wathaniyah.
“Kita punya cara untuk mencintai Islam dengan cara masing-masing, dengan cara demokrasi, dengan cara budaya,” terang Abdullah.
Reporter : Fikri Labib (Magang)
Redaktur: Sidra