Melalui karya seni, Moelyono memotret perjuangan Marsinah dan kaum buruh masa Orde Baru.
Lpmarena.com– Biennale Jogja XV menggelar pameran karya seni pada 20 Oktober hingga 30 November dengan mengangkat tema Pinggiran. Pameran tersebut diikuti oleh seniman se-Asia Tenggara di Jogja National Museum (JNM).
Salah satu karya dipamerkan adalah karya Moelyono yang menyoroti kaum buruh yang disimbolkan dengan Marsinah dan kekejaman Orde Baru terhadapnya.
Marsinah sendiri adalah seorang akivis dan buruh pabrik jam pada masa Orde Baru. Dia giat melakukan mogok kerja dan menuntut kenaikan upah hingga akhirnya diculik dan tewas akibat penganiayaan berat.
Karenanya, karya tersebut Moelyono beri nama Pembangunan Taman Monumen Marsinah.
Karya Moelyono berbentuk pembangunan Monumen Marsinah yang belum selesai. Mangkraknya pembangunan itu ditandai dengan taman terbengkalai di sekitar monumen yang dipagari seng. Melalui karya tersebut, Moelyono hendak menyampaikan bahwa penyiksaan dan kematian Marsinah hingga kini belum menemui titik terang.
“Saya ingin menyampaikan pesan tentang perjuangan buruh dan kekejaman Orde Baru melalui monumen tersebut,” jelas Moelyono di diskusi terbuka yang juga diadakan Biennal Jogja, Rabu (30/10).
Moelyono juga mengungkapkan bahwa Monumen Marsinah adalah narasi tandingan atas monumen-monumen buatan Orde Baru yang kerap dijadikan alat propaganda negara.
Monumen ini mengandung beberapa unsur. Misalnya, cahaya merah di atas monumen berarti bara perjuangan Marsinah masih ada hingga kini. Ada pula gambar jam yang diproyeksikan kolam merah mengacu pada penderitaan Marsinah dan buruh pabrik jam saat itu.
Lambang Garuda yang berhadapan langsung dengan monumen menggambarkan Orde Baru yang kerap mempropagandakan nilai Pancasila, tapi di sisi lain melakukan pelanggaran HAM.
Arif, perwakilan Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM), dalam diskusi terbuka menyatakan kondisi buruh yang dialami Marsinah dan hari ini sama rentannya. Hal tersebut disebabkan Undang-Undang serta aturan ketenagakerjaan yang tidak ketat. Akhirnya, upah buruh tidak layak dan PHK marak terjadi.
“Adanya fleksibilitas ketenagakerjaan malah semakin memudahkan pengusaha mengeksploitasi buruh,” jelas Arif.
Maka dari itu, menurut Arif, perjuangan Marsinah masih relevan dengan kaum buruh saat ini. Sehingga pameran tersebut menjadi penting sebagai pengingat kembali perjuangan Marsinah.
”Konsep ini penting untuk diangkat karena perjuangan buruh masih panjang dan masa sekarang masih sulit, ” pungkas Moelyono ketika ditemui ARENA.
Reporter: Atikah Nurul Ummah (Magang)
Redaktur: Sidra
Sumber gambar: (Liputan6.com/Faizal Fanani)