Home BERITA Pembangunan di Yogyakarta Tak Berpihak Pada Rakyat Kecil

Pembangunan di Yogyakarta Tak Berpihak Pada Rakyat Kecil

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Jangankan untuk tinggal dan membeli tanah, untuk mati saja warga Kota Yogyakarta butuh tiga bulan bekerja untuk membeli sebidang liang lahat,” Endang Rohjiani.

Lpmarena.com- Maraknya pembangunan hotel dan penginapan di Yogyakarta, perlahan menggusur pemukiman masyarakat kecil. Hal tersebut disampaikan Endang Rohjini dalam diskusi panel “Arah Pembangunan Jogja, Posisi Rakyat di Mana?” di Kampung Lampion Code, Kotabaru Gondomanan, Minggu (29/12/2019).

Endang menyoroti permasalahan masyarakat Yogyakarta akibat maraknya pemabungan. Dia mengungkapkan saat ini masyarakat Yogyakarta dalam kondisi meperihatikan. Masyarakat Yogyakarta, kata Endang, kehilangan kenyamanan dan tempat tinggal disebabkan oleh pembangunan hotel-hotel dan bangunan lain yang menjadi pusat perekonomian.

Menurut Endang, kondisi ini menyedihkan. Dia mencontohkan masyarakat bahkan tidak mampu membeli tanah di kawasan Yogyakarta untuk ditinggali, karena harga tanah yang amat mahal.

“Jangankan untuk tinggal dan membeli tanah, untuk mati saja warga Kota Yogyakarta butuh tiga bulan bekerja untuk membeli sebidang liang lahat,” ungkap Endang, juga sebagai Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri DIY.

Muhammad Sani Roychansyah, dalam forum diskusi yang sama, mengatakan Yogyakarta bukanlah tempat yang cocok untuk tinggal bagi masyarakat, namun menjadi peluang empuk para pengusaha dan investor.

Konsekuensinya, kata Sani, masyarakat akan terlempar keluar karena para investor menguasai tanah-tanah mereka. Menurut Sani, hal inilah yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan masyarakat.

Hemat Sani, selaku dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik UGM, tugas pemerintah dan masyarakat saat ini, dan kedepannya adalah menciptakan Yogyakarta yang humanis dan ramah terhadap masyarakat sekitar.

Sani melanjutkan, pemerintah Kota Yogyakarta harus serius menanggulangi permasalahan kependudukan. Mestinya, kata Sani, pemerintah tidak hanya memikirkan tempat wisata dan investasi, tapi juga mempertimbangkan manfaat dan berpihak pada masyarakat setempat. Supaya, pembangunan tidak hanya mengembangkan perekonomian daerah, tapi juga berpengaruh kepada budaya dan adat masyarakat yang harus dijaga dan dipertahankan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Bambang Seno Baskoro menjelaskan bahwa pemerintah telah melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan dan perekonomian di Yogyakarta: dengan menerapkan konsep Gandeng Gendong.

Aplikatifnya, kata Bambang, hotel-hotel di Yogya menggunakan produk buatan masyarakat. Dia mencontohkan dengan memanfaatkan bank sampah, kemudian dibuat menjadi barang-barang seperti sandal, cinderamata dan lain-lain.

Diskusi Panel tersebut sebagai rangkaian peresmian RT 18 RW 04 Kelurahan Kotabaru, Gondomanan Yogyakarta sebagai Kampung Wisata Lampion Code. Menghadirkan perwakilan DPRD Kota Yogyakarta, Lurah Kotabaru, Pemberdayaan dan Perekonomian Kelurahan Kotabaru, Ketua RT 18 Ledok Code, Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota UGM, Dosen Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunana Kalijaga, Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri DIY, Yayasan Serikat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN) serta masyarakat sipil.

Reporter: Muhammad Hanafi

Redaktur: Hedi