Home BERITA Omnibus Law Ancam Buruh Media

Omnibus Law Ancam Buruh Media

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

“Jurnalis juga pekerja, jurnalis juga buruh, mereka akan terancam. Jika kesejahteraan mereka terancam maka perjuangan gerakan jurnalis juga akan terhambat,” Shinta Maharani.

Lpmarena.com– Serikat buruh media menyatakan dukungan terhadap penggagalan  RUU Omnibus Law dalam aksi Rapat Rakyat Mosi Parlemen Jalanan, Senin (09/03), di Simpang Tiga Colombo, Gejayan. Mereka tergabung dalam massa aksi yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Bergerak (ARB).

Rimba, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, dalam orasinya mengungkapkan, RUU Omnibus Law mengancam serikat buruh media, jurnalis komunitas, dan jurnalis mahasiswa.

“Tujuan kita adalah untuk mengagalkan Omnibus Law. Omnibus Law mengintervensi pers dan serikat buruh media, pemerintah juga mengancam kesejahteraan mereka,” ujar Rimba.

Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani yang juga bergabung dalam massa aksi menjelaskan, jurnalis sama posisinya dengan buruh dan pekerja. Anggota jurnalis nantinya akan kesulitan dalam pemenuhan hak-hak dan mendapat kesejahteraan.

“Jurnalis juga pekerja, jurnalis juga buruh, mereka akan terancam. Jika kesejahteraan mereka terancam maka perjuangan gerakan jurnalis juga akan terhambat,” kata Shinta.

Ada empat alasan RUU Omnibus Law harus digagalkan, menurut Shinta. Pertama, pembahasan RUU Omnibus Law begitu tertutup, tidak melibatkan satupun organisasi pers, baik itu AJI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), komunitas pers ataupun pers mahasiswa.

“Ketidaktransparanan itu menggambarkan tidak demokratisnya pemerintah,” imbuh Shinta saat ditemui Arena.

Kedua, RUU Omnibus Law akan memberangus pers. Lewat peraturan RUU Omnibus Law, pemerintah akan bersikap otoriter terhadap pers yang melakukan kritik. Dewan pers dan UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang bertugas menyelesaikan sengketa pers dan menjunjung tinggi demokrasi, akan diabaikan.

Dalam RUU Omnibus Law pasal 18 disebutkan, pemerintah memperberat sanksi perusahaan pers yang tidak menghormati norma agama, kesusialaan, atas praduga tak bersalah, menolak melayani hak jawab dan hak koreksi, dan konten pemberitaaan yang melanggar aturan, maka pemerintah memberikan denda atas pelanggaran tersebut hingga Rp. 2 miliar. Menurut Shinta, pasal ini tergolong rawan bagi pers dan menjadi pasal karet seperti ancaman hukuman pada pencemaran nama baik.

Ketiga, RUU Omnibus Law mengancam keberadaan pers mahasiswa, pers komunitas dan jurnalisme masyarakat lainnya, karena mengharuskan setiap lembaga pers berbadan hukum. Menurut Shinta, Omnibus Law membuat mereka rawan kriminalisasi.

Yang keempat, RUU Omnibus Law sangat merugikan terutama bagi buruh, mereka tidak lagi diberikan  cuti haid dan melahirkan.

Ungkap Shinta, AJI, PWI, dan organisasi profesi pers telah melakukan komunikasi dengan Lembaga Badan Hukum (LBH) Pers untuk sepakat mendukung penggagalan Omnibus Law.

Reporter: Kristinawati

Redaktur: Zaim Yunus

Fotografer: Firdan Haslih K