Lpmarena.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadakan siaran pers secara daring dengan tajuk Perubahan Dinamika Rumah Tangga dalam Masa Pandemi COVID-19, Selasa (3/6). Dalam siaran pers itu, Komnas Perempuan memaparkan hasil survei yang berkaitan dengan tema-tema tersebut.
Selama pandemi, Komnas Perempuan telah melakukan penelitian khusus soal perempuan yang akan mengahadapi Normal Baru di tahun 2020. Hasil survei daring menyatakan, beban kerja dan kerentanan terhadap perempuan selama pandemi mengalami peningkatan dua kali lipat. Kerentanan itu berdampak pada kesehatan fisik dan psikis, sosial dan ekonomi dalam rumah tangga, dan terkait dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah memaparkan, bertambahnya pengeluaran dalam suatu keluarga selama masa pandemi mendominasi terjadinya KDRT. Kebijakan stay at home juga menambah beban kerja perempuan. Katakanlah, perempuan kini mesti mendampingi anak belajar dari rumah.
“Memaksakan diri untuk mempelajari teknologi belajar daring untuk anaknya, dan memberikan asupan gizi yang baik selama masa pandemi COVID-19. Hal tersebut memakan waktu lebih dalam pekerjaan domestik yang menyebabkan naiknya tingkat stress terhadap perempuan” Ungkap Alimatul.
Penambahan beban kerja ini menuntut pengeluaran lebih. Bukan uang, sebanyak 80% responden perempuan dengan rentang usia 31- 40 tahun yang memiliki anak 3-5 orang dan berpenghasilan di bawah 5 juta rupiah per bulan, justru mendapat kekerasan fisik dan seksual.
Komnas Perempuan juga mencatat bahwa anak juga turut mendapat kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan ini pun masih berkaitan dengan pengeluaran anak yang bertambah selama pandemi.
Retty Ratnawati yang juga Komisioner Komnas perempuan mengatakan bahwa literasi teknologi dan masalah ekonomi pada masa pandemi COVID-19 menjadi pokok pembahasan yang perlu pemerintah soroti.
Akses Kerja dari Rumah (KdR) dan Belajar dari Rumah (BdR) menjadi beban ganda bagi perempuan. Persoalan juga kian rumit karena koneksi internet yang tidak stabil, anggaran terbatas untuk kuota internet, dan minimnya pengetahuan literasi teknologi.
“Kurang dari 10% responden melaporkan kasus yang dialami ke pengada layanan Komnas Perempuan, tapi selebihnya malah memilih tidak melapor. Bahkan yang tidak melapor khususnya berlatar belakang pendidikan tinggi/ S1. Selain itu 69% tidak menyimpan kontak layanan pengaduan,” ungkap Andy Yentriyani Komisioner yang lain.
Pada survei tersebut sebagian besar responden menyatakan bahwa kesiapan pemerintah dalam penerapan Normal Baru dirasa kurang. Khususnya dalam aspek teknologi dan informasi serta pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, layanan publik bagi warga.
Sistem pendidikan formal dan informal hingga perguruan tinggi juga masih memiliki banyak masalah. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga nampak tidak tegas.
Komnas Perempuan lantas memberi rekomendasi pada pemerintah terkait penerapan kebijakan Normal Baru, dengan mengintegrasikan perspektif Hak Asasasi Manusia (HAM), terutama pada kelompok rentan perempuan.
Adapun acuan rekomendasi dari Komnas Perempuan kepada pemerintah di antaranya: pertama, memastikan kebijakan penanganan pandemi COVID-19 dan penerapan kebijakan Normal Baru lebih memperhatika kerentanan masyarakat, khususnya perempuan.
Kedua, mengembangkan skema bantuan ekonomi khusus bagi perempuan dengan langkah afirmasi pada kepala keluarga, pekerja sektor informal, ibu rumah tangga dengan jumlah anak lebih dari 3 hingga 5, dan kelompok berpenghasilan rendah.
Ketiga, mempersiapkan teknologi dan informasi yang cukup bagi masyarakat serta memastikan masyarakat Indonesia memiliki akses dan literasi komunikasi informasi digital. Keempat, memastikan penyelenggaraan layanan tersedia yang mudah diakses oleh korban kekerasan yang ingin mengadukan kasusnya.
Kelima, menyebarluaskan informasi mengenai layanan mengenai hak-hak perempuan, korban kekerasan, dan memperhatikan kebutuhan kelompok rentan disabilitas.
Keenam, membuat skema khusus, metode dan panduan bagi orang tua dalam mendampingi belajar anak. Skema ini meliputi pengawasan prosedur pencegahan COVID-19 di masa Normal Baru secara daring maupun luring bagi anak didik khususnya penyandang disabilitas.
Keenam, menjamin ketersediaan kebutuhan pokok dan stabilitas harga, seperti masker untuk kesehatan publik.
“Dengan pendekatan berperspektif HAM ini, perempuan diharapkan dapat terlindungi dalam menghadapi setiap persoalannya, seperti dalam hak kesehatan, pemiskinan, eksploitasi dan kekerasan,” ungkap Siti Nurwati Hodijah selaku moderator dalam diskusi tersebut.
Repoter: Solehatul Inayah | Redaktur: Sidratul Muntaha