Home BERITA Kecewa UMP Rendah, Buruh Jogja Gelar Aksi Topo Pepe

Kecewa UMP Rendah, Buruh Jogja Gelar Aksi Topo Pepe

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com— Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menggelar aksi budaya Topo Pepe di Titik Nol Yogyakarta, Senin (11/2/20).

Pihak MPBI menyampaikan keprihatinannya kepada Gubernur Yogyakarta. Aksi itu merupakan bentuk kekecewaan buruh terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Demonstrasi dikemas dalam bentuk Topo Pepe. Dengan mengenakan pakaian adat Jawa, beberapa orang duduk bersila. Lantas salah satu buruh menabur bunga dan membakar kamenyan di atas spanduk bertuliskan “Gelar Budaya Topo Pepe Tolak Upah Murah 2021”.

Dalam pernyataan sikap, MPBI DIY dan masyarakat DIY merasa kecewa dan prihatin terhadap keputusan Gubernur yang hanya menaikkan Upah Minimum sebesar 3,54%.

“Untuk 2021, dibutuhkan kenaikan 67,41% untuk dapat memenuhi KHL. Namun, setelah tanggal 1 November ditetapkan,  keputuskan Gubernur justru tidak lebih baik dari Dewan Pengupahan Provinsi. Keputusan Gubernur hanya menaikan Upah Minimun 3,54%, ternayata dewan pengupahan pun tidak ditaati oleh Gubernur,” ujar MM Yusron, FPPI Yogyakarta, dalam orasinya.

MPBI melakukan survei, UMP di Yogyakarta idealnya di atas 3 juta sesuai KHL. Sayangnya kenaikan UMP sangat jauh dari kata ideal. UMP Yogyakarta hanya naik Rp 60.500. Sehingga tahun ini  menjadi Rp 1.765.000 yang sebelumnya Rp 1.706.408. UMP DIY 2021 ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 319/KEP/2020.

“Kami meminta kepada Sultan Hamengkubuwono  X untuk menasehati Gubernur DIY agar segera menetapkan upah sesuai KHL karena kemarin baru UMP,” ujar Ade Iryad, Juru bicara MPBI DIY.

Majelis Buruh juga meminta Sultan Hamengkubuwono X menasehari Gubernur DIY agar menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sesuai dengan KHL di atas 3 juta. Selain itu, buruh mendesak Gubernur agar segera merealisasikan tekadnya untuk memberantas kemiskinan dan ketimpangan dengan menjadikan Upah Minimum di DIY tidak menjadi yang paling rendah.

Ade Irsyad menjelaskan, meskipun Sultan dan Gubernur dijabat oleh orang yang sama, tapi keduanya mempunyai tanggung jawab berbeda. Gubernur memiliki keterbatasan, tapi Sultan mempunyai gelar luar biasa dan mempunyai kekuasaan seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Selain menolak upah murah, buruh juga mendesak Gubernur untuk lakukan langkah-langkah konkret agar Omnibus Law tidak diterapkan di Yogyakarta sehingga tidak semakin merugikan buruh DIY.

Ade Irsyad mengungkapkan, Omnibus Law  berpotensi mempengaruhi UMK apabila hingga tanggal 5 November 2020 UMK belum disahkan.

Reporter: Aulia Iqlima Viutari | Redaktur: Zaim Yunus