Home BERITA Kedekatan Kampus dan Kekuasaan Melahirkan “Intelektual Kelas Kambing”

Kedekatan Kampus dan Kekuasaan Melahirkan “Intelektual Kelas Kambing”

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com– Kampus seharusnya menjadi ruang belajar yang terbuka bagi publik dan mewadahi semua golongan. Hari ini kampus justru membatasi kebebasan akademik mahasiswa.

“Kenapa bikin diskusi, konsolidasi tentang RUU Cipta Kerja enggak bisa di kampus? Ya, karena kampus sudah jadi kepanjangan tangan dari kekuasaan,” jelas Herlambang P. Wirataman, Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia (KKAI), dalam diskusi daring yang diadakan Klub MKP UGM (3/11).

Dalam diskusi bertajuk Peran Intelektual dalam Pusaran UU Cipta Kerja, Herlambang menjelaskan relasi kuasa antara pemerintah dan institusi kampus yang mengekang kebebasan akademik kampus. Ada intervensi terstuktur lewat pemilihan rektor dan penentuan akreditasi oleh pemerintah. Intervensi itu selanjutnya memudahkan pemerintah untuk mengatur institusi kampus.

“Dengan percaya dirinya, Dirjen Dikti mengeluarkan surat imbauan bagi rektor-rektor untuk menekan mahasiswa atau dosen-dosennya. Jadi enggak perlu terkejut, karena memang intervensinya terstruktur.” kata Herlambang.

Revo (bukan nama sebenarnya), perwakilan Aliansi Rakyat Bergerak, mengafirmasi keadaan kampus yang dijelaskan Herlambang. Dia menuntut kampus harus bisa membuka ruang diskusi terbuka. Apalagi, UU Cipta Kerja merupakan produk hukum pemerintah. Baginya intelektualitas yang diciptakan kampus harus beriringan dengan keadaan yang terjadi dalam masyarakat.

Kenyataan bahwa kampus tidak berpihak pada masyarakat luas, menurut Revo, dibuktikan dengan naiknya biaya pendidikan saat pandemi. Penggolongan UKT akibat komersialisasi pendidikan juga merupakan wujud kegagalan kampus dalam menghadirkan pendidikan untuk semua.

“Dan negara mencoba menjauhi itu, seolah-olah itu bukan lagi menjadi urusan negara,” ujar Revo.

Dalam pusaran UU Cipta kerja, keberpihakan kampus disorot Herlambang. Kampus seolah tak berani menentukan posisi terhadap produk hukum pemerintah. Penolakan datang dari individu dalam kampus, bukan kampus sebagai sebuah institusi akademik.

Ketidakjelasan kampus dalam menentukan keberpihakan adalah implikasi dari dekatnya kampus dengan kekuasaan. Bahkan kedekatan itu memunculkan “intelektual kelas kambing”, jelas Herlambang.

Intelektual kelas kambing, meminjam istilah Romo Mangun, adalah akademisi yang terlalu dekat dengan kekuasaan hingga tidak bisa berpikir objektif. Kedekatan kampus dengan kekuasaan menjadikan kampus bergerak menuju lembaga yang otoritatif.

“Sejauh otonomi institusi kampus tidak pernah diperjuangkan secara sungguh-sungguh maka jangan mimpi ada kebebasan di dunia kampus” pungkas Herlambang.

Reporter Fatan Asshidi | Redaktur Sidra