Lpmarena.com– Dalam sebuah spanduk yang memuat gambar Jokowi tertulis berbagai rentetan kasus HAM berat yang terjadi di Indonesia: Peristiwa 65, Penembakan Misterius 81, Pembantaian Tanjung Priok 84, Penculikan dan Penghilangan Semanggi, Talangsari, Penggusuran Kedung Ombo, Salim Kancil, Pembunuhan Marsinah 1983, Munir, dan Pembunuhan Randi Yusuf.
Spanduk itu rencananya akan dibawa longmars dari parkiran Abu Bakar Ali menuju titik Nol Kilometer oleh massa aksiAliansi Rakyat Bergerak (ARB) pada peringatan Hari HAM Internasional, Rabu (10/12).
Julia Opki, salah satu massa aksi dari Serikat Pembebasan Perempuan, memasuki barisan belakang massa. Perempuan yang kerap disapa Jo itu telah berada di lokasi kumpul pukul 11.00 WIB. Saat itu, massa aksi belum juga berkumpul.
“Polisinya banyak banget. Kita belum datang aja, polisinya sudah berjaga duluan. Mungkin datangnya sekitar pukul sepuluh kali, ya,” kata Jo pada ARENA.
Polisi yang berjaga tersebar di parkiran Abu Bakar Ali dan persimpangan jalan menuju Malioboro. Beberapa dari mereka bersenjata lengkap serta membawa gas air mata. Ada juga beberapa polisi berkaus oblong yang terlihat sedang memantau dan memotret situasi.
Pukul 13.50 WIB, massa aksi yang terdiri dari Lingkar Studi Sosialis (LSS), Social Movement Institute (SMI), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), serta beberapa organisasi lain berkumpul dan berjalan keluar dari titik kumpul.
Jo bersama temannya berjalan di bagian belakang massa aksi. Tapi baru sekitar sepuluh menit keluar, mereka terhenti lantaran massa aksi bagian depan dihadang polisi.
Polisi menanyakan surat izin menggelar aksi. Wahyu, korlap aksi, yang awalnya berada di belakang memantau keadaan, berlari ke bagian depan massa aksi. Selanjutnya terjadi adu mulut antara polisi dan massa aksi. Akibatnya, dari persimpangan jalan menuju Nol Kilometer dipasang kawat berduri.
“Indonesia darurat HAM sekarang. Bahkan ketika memperingati Hari HAM, polisi melakukan penghadangan. Ini juga polisi sedang melakukan aksi pelanggaran HAM karena kita tidak boleh menyampaikan pendapat,” kata Jo.
Terkait surat pemberitahuan aksi, Wahyu mengatakan pihaknya telah mengirim surat pada kepolisian.
“Kami sudah memberikan pemberitahuan tentang surat itu. Cuma dari pihak kepolisian menolak dengan alasan kita memberi suratnya H-1,” ujar Wahyu ketika ditemui ARENA saat aksi.
Karena pemasangan kawat berduri, massa aksi terpaksa tidak bisa melanjutkan longmars dan harus menggelar aksi di samping parkiran Abu Bakar Ali.
“Kalau memang sudah tidak bisa, tidak usah dipaksakan. Kita aksi saja di sini,” kata Wahyu.
Salah satu massa aksi yang menggelar orasi adalah Jo. Sesaat sebelum maju berorasi, ia mendapat pesan bahwa temannya di Nabire yang melakukan aksi serupa direpresi aparat.
“Di sana, kami melakukan aksi apa pun direpresi. Tahun lalu juga. Bahkan ketika di Jogja dihadang seperti ini, kita masih bisa melakukan aksi,” jelas Jo.
Aksi diakhiri dengan pernyataan sikap Aliansi Rakyat Bergerak bahwa negara harus menuntaskan pelanggaran HAM di Indonesia. Rencana Jo dan massa aksi lain untuk longmars membawa spanduk bergambar Jokowi dengan rentetan pelanggaran HAM akhirnya gagal.
“Selamat Hari HAM Internasional. Negara harus berani dan jujur menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dan Papua. Harus tegas menghukum para pelanggar di masa lalu dan diadili seadil-adilnya untuk membayar ribuan nyawa yang menjadi korban,” pungkas Jo sebelum membubarkan diri bersama massa aksi.
Reporter Atikah Nurul Ummah | Redaktur Nur Hidayah