Dalam penyusunan Amdal, Pasal 26 UU Ciptaker hanya melibatkan masyarakat yang terdampak langsung
Lpmarena.com– Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) hanya melibatkan masyarakat terdampak langsung. Dokumen rencana kegiatan usaha ini diatur dalam UU Cipta Kerja (Ciptaker). Sebelumnya UU 32/2009 pasal 26 mengatur pihak yang terlibat tidak hanya masyarakat terdampak tetapi mencakup pemerhati lingkungan dan pihak yang terpengaruh dalam proses Amdal.
“Padahal, kebanyakan yang terdampak itu masyarakat marjinal,” ujar Achmad Santoso, pendiri Indonesian CentreforEnvironmental Law (ICEL) dalam Webinar bertajuk Klaster Lingkungan Hidup UU Cipta Kerja: Kajian, Rekomendasi dan Saran oleh Universitas Prasetiya Mulya, Sabtu (19/12).
Potensi kemungkinan terbesar dampak Amdal berada di daerah pinggiran yang rentan. Achmad menerangkan masyarakat marjinal yang terdampak memiliki posisi lemah dan jauh dari kekuasaan. Mereka membutuhkan pendamping untuk pemberdayaan ketika proses Amdal berjalan.
Di sisi lain, pemerintah justru mengganti Komisi Penilai Amdal (KPA) dengan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup (TUKLH) dalam penilaian Amdal. Menurut Achmad KPA lebih bisa memangku kepentingan masyarakat luas untuk terlibat dalam proses Amdal daripada TUKLH.
Pembentukan TUKLH hanya terdiri dari beberapa kalangan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan ahli bersertifikat. Dalam UU Ciptaker tersebut, masyarakat luas hanya bisa memberi masukan kepada TUKLH. Mereka menampung dan menyeleksi masukan yang relevan. Dalam hal ini, pemerhati lingkungan dan pihak terpengaruh tidak memiliki akses langsung pada penyusunan dokumen Amdal. Pihak-pihak tersebut tak dapat diwakilkan oleh TUKLH.
“Tidak ada teori manapun yang mendukung itu, karena kita berbicara nilai-nilai keadilan sosial,” ungkapnya.
Sementara itu, Ari Sudjianto, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan KLHK menegaskan keterlibatan masyarakat terdapat dalam penyusunan dokumen Amdal oleh pemrakarsa. Pemrakarsa memiliki rantang kendali pada masyarakat yang terdampak langsung.
Ari mengatakan Pasal 26 UU Ciptaker bertujuan mengatur rentang kendali yang sesuai. Sementara keterlibatan selain masyarakat terdampak menjadi tugas pemerintah.
“Jadi masyarakat luas bukannya tidak terlibat,” timpal Ari. Menurutnya, tidak ada klaster lingkungan hidup secara khusus dalam UU Ciptaker. Pembahasan lingkungan hidup sendiri masuk klaster Penyederhanaan Izin Berusaha karena menjadi syarat dasar izin rencana kegiatan usaha.
Reporter Fikri Labib | Redaktur Dina | Sumber gambar Zocalo Public Square