Home BERITA Mengurai Kecemasan Berlebihan Terhadap Keyakinan Orang Lain

Mengurai Kecemasan Berlebihan Terhadap Keyakinan Orang Lain

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Masalah Islamophobia ataupun Christianophbia bukan hal baru. Islamophobia dan Christianophobia adalah satu dari sekian banyak masalah yang mengganggu ketenangan perdamaian umat beragama baik dari skala lokal, nasional maupun internasional.

Pendeta A.A. Yewongoe mengatakan masalah ini diawali dengan prasangka dan pandangan buruk terhadap suatu agama maupun kelompok agama tersebut. Doktrin-doktrin buruk yang sudah tertanam dalam kepala masing-masing sejak lahir hingga dewasa. Demikian jelasnya membuka diskusi bertajuk Mengurangi Penyakit Kambuhan Islamophobia Dan Christianophobia, Sabtu (9/1).

Dalam diskusi yang sama, Pendeta Retno Ratih Handayani, pembicara kedua, mengatakan banyak orang sering menggunakan agama sebagai tameng maupun alasan untuk mendapatkan sesuatu yang diingankan golongan tertentu. Seperti pilkada DKI dan pilpres lalu. Akhirnya pemilih Islam takut memilih calon Kristen, begitu pun sebaliknya.

Hal itu dapat  terjadi menurut Retno,  karena faktor sejarah masa lalu juga faktor stigma negatif yang sudah tertanam di dalam jiwa masing-masing orang.

Islamophobia maupun Christianophonia bukanlah kebencian terhadap suatu kelompok/agama. Ia adalah perasaan takut, cemas, dan khawatir yang berlebihan. Seperti pengalaman Ida Surjani Ridwan, seorang aktivis lintas agama di Hamburg. Pembicara ketiga itu bercerita pengalaman pahitnya di Jerman pasca pengeboman Gedung WTC di Amerika, tahun 2002. Ketika Ida berpergian, mata orang tertuju kepadanya karena ia memakai pakaian muslimah. Namun, ia mengatasinya dengan kesabaran dan bergaul dengan teman-teman yang berbeda agama. Ia juga menjelaskan apa yang terkandung dalam kitab suci agama Islam, yakni Alquran.

Penyakit ini bisa disembuhkan dengan beberapa doktrin dan sugesti maupun perbuatan sehari-hari. Bapak Sudibyo Markus, seorang aktivis Muhammadiyah, memberikan bebrapa metode agar sembuh dari Islamophobia maupun Christhianophobia, misalnya membuka ruang perjumpaan, memperkuat pendekatan budaya, literasi media sosial serta memperkuat narasi perdamaian.

“Jika kita menganggapnya sebagai suatu yang positif maka akan menghasilkan positif, begitu pun sebaliknya. Maka dari itu, kita harus terus menjaga perdamain umat bergama khususnya di Indonesia. Hilangkan stigma negatif. Tidak usah mencampuri urusan agama orang lain itu sudah cukup menegakkan kalimat toleransi,” ucapnya.

Reporter M. Reza Syahputra Ritonga (magang) | Redaktur Sidra | Sumber Gambar Deutsche Welle (DW)