Home BERITA Kasus Pornografi dalam Budaya dan Politik

Kasus Pornografi dalam Budaya dan Politik

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com– Di masyarakat Indonesia, pornografi dianggap hal yang tabu. Ada stigma negatif yang menyelimutinya.

Meski demikian, menurut Soe Tjen Marching, dosen SOAS di University of London, pornografi adalah hal yang wajar bila digunakan untuk kepentingan seks. Ia mengatakan, seks merupakan kebutuhan setiap manusia; manusia lahir dari seks.

Dalam webinar Budaya-Politik Anti Pornografi: Seks dan Seksualitas di Antara Privasi, Kebebasan, Moralitas, dan Kriminalitas yang diadakan oleh LetSS Talk, Minggu, (24/01) Soe Tjen Marching beranggapan, tidak ada gunanya membuat undang-undang tentang pornografi. Yang harus diperbaiki adalah moralitas bangsa.

Pornografi itu privasi masing-masing manusia. Di budaya Barat, orang-orang bebas berekspresi tentang pornografi dan seks, menurut salah satu narasumber, Rosalia Sciortino, dosen Univers Thailand. Di budaya Timur, pornografi kerap kali dipermasalahkan.

Rosalia menunjuk kasus pornografi yang menimpa artis berinisial GA. Menurutnya, apa yang terjadi sangat membingungkan. GA yang membuat video secara sukarela malah ditangkap. Padahal, GA merupakan korban yang video privasinya disebar oleh orang lain. “Seharusnya yang menyebarkan yang dihukum,” ucapnya.

“Situs pornografi tidak salah. Yang salah adalah mereka yang menggunakannya. Terkadang, ada anak-anak yang membuka situs tersebut. Maka dari itu, peran orang tua dalam mengontrol anak dalam bermain gawai harus lebih diperhatiakan,” ucap Hartoyo, aktivis Suara Kita.

Reporter M. Reza Syahputra Ritonga (magang) | Redaktur Zaim Yunus