Lpmarena.com– Dewasa ini, hampir seluruh negara Muslim sudah merdeka. Sebagian berlimpah harta dan menikmati angka pendidikan di atas rata-rata. Jadi, apakah hal tersebut sudah menjadi ukuran bahwa negara-negara Muslim kini sudah berjaya? Tidak, demikian jawab Ahmed T Kuru dalam bukunya Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan. Negara-negara muslim masih mengalami ketertinggalan dalam berbagai bidang dari negara-negara non-muslim.
Ilmuwan politik berkebangsaan Turki itu mengulas alasan mengapa negara yang mayoritas penduduknya muslim mengalami ketertinggalan daripada negara non muslim. Terutama dalam tiga hal, yakni politik, demokrasi, dan ekonomi.
Menurut data Gross National Income per capita tahun 2010, pendapatan negara-negara muslim hanya $900. Jumlah ini jauh di bawah negara-negara non muslim yang pendapatan perkapitanya adalah $1400. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dan ketertinggalan negara Muslim dari negara non Muslim dalam bidang ekonomi.
Ulil Abshar Abdalla selaku pembedah buku dalam webinar Esoterika pada Minggu (31/1) mengatakan aliansi ulama dan negara menjadi salah satu penyebab utama ketertinggalan negara Muslim yang disebutkan Ahmet T Kuru dalam bukunya. Tak hanya aliansi ulama dan negara, Ahmet T Kuru juga menjadikan adanya kelas sosial di antara umat Islam sebagai indikator ketertinggalan ini.
Menurut Ahmet T Kuru, aliansi ulama dan negara menjadi masalah karena tiga hal. Pertama, karena umumnya ulama cenderung memiliki tendensi yang statis. Secara ekonomi-politik, ulama-ulama Islam kebanyakan hanya bergantung pada patronase negara. Kedua, karena secara doktrinal ulama-ulama Islam hanya menganut satu cara pandang yang disebutnya hierarchial epistemology. Ketiga, karena mendominasinya madzhab Syafi’i yang lebih skripturalistik daripada madzhab Imam Abu Hanifa. Namun, Ulil menyebut alasan ketiga menjadi bias Turki seorang Ahmet T Kuru.
Ulil juga sedikit meragukan pendapat Ahmed T Kuru bahwa aliansi ulama dan negara menjadi faktor ketertinggalan mayoritas berpenduduk muslim. “Karena aliansi ulama dan negara itu ragam bentuknya,” tegas Ulil.
Reporter Hayazakin Amani (Magang) | Redaktur Sidra