Home BERITA Tolak Quarry, Gempadewa Layangkan Surat ke Kantor BPN

Tolak Quarry, Gempadewa Layangkan Surat ke Kantor BPN

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com Organisasi Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) melayangkan surat keberatan dan penolakan atas penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo. Surat itu dilayangkan ke kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Purwerejo, Jumat (11/2).

Surat yang ditujukan kepada Kepala Pertanahan Kabupaten Purwerejo, memuat pernyataan sikap penolakan atas rencana persiapan pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi subjek dan objek pengadaan tanah di desa Wadas.

Salah satu poin yang tertuang dalam surat itu adalah gugatan atas SK Gubernur Jawa Tengah. SK Nomor 539/29 Tahun 2020 itu dianggap tidak melibatkan aspirasi warga Wadas.

Selain tidak adanya partisipasi, warga juga punya alasan lain untuk menolak penambangan batu andesit. Pertama, lahan yang menjadi lokasi penambangan adalah lahan subur, yang selama ini menopang kehidupan warga. Kedua, penambangan batu andesit di Desa Wadas dapat menyebabkan potensi bencana yang lebih besar.

Terakhir, warga merasa punya kewajiban untuk menjaga alam dan tanahnya, sebagai bagian dari ibadah dan ketakwaan, dan merusak alam berarti kezaliman yang dilaknat Allah SWT.

Semua poin di atas, diamini oleh Insin Sutrisno selaku ketua Gempadewa, ketika diwawancarai ARENA.

Sutrisno juga menjelaskan penolakan warga sudah dilakukan sejak 2018. Saat itu adalah pertama kali Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWS-SO) menggelar sosialisasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Bener. Pada sosialisasi tersebut, masyarakat Wadas bahkan keluar dari forum karena tidak setuju dengan adanya proyek penambangan di desa mereka.

Penolakan warga, Sutrisno bercerita, semakin keras ketika BBWS-SO, selaku pemrakarsa, melakukan manipulasi kegiatan untuk mendapatkan persetujuan warga.

Pada 26 April 2018, pihak pemerintah dan BBWS-SO menyelenggarakan agenda konsultasi publik terkait pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum. Namun, pelaksanaan agenda itu jauh dari mekanisme timbal balik atau dua arah, malah menjadi ajang pendataan bagi warga yang terdampak.

Masyarakat Wadas diminta menandatangani surat dengan dalih pencocokan nama. Padahal surat tersebut merupakan surat persetujuan sebagai prasyarat dalam menyusun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Tidak hanya itu, lanjut Sutrisno, pelaksanaan agenda konsultasi publik terkesan intimidatif karena dikawal ketat oleh pihak keamanan. Masyarakat Wadas harus menyerahkan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan tanda tangan untuk masuk ruangan Balai Desa.

“Pelaksanannya sangat ketat dijaga polisi, tentara, satpol PP, dan intel. Banyak sekali medeni, nakut-nakuti di Balai Desa,” keluh Sutrisno kepada ARENA saat ditemui di rumahnya (14/02).

Dengan memperhatikan protokol kesehatan, surat tersebut diantarkan oleh beberapa perwakilan, yang mendatangi kantor ART/BPN. Namun, rombongan Sutrisno hanya bisa menitipkan ke staf yang menjaga dan dijanjikan akan disampaikan kepada pimpinannya.

“Saya terima, dan saya hargai. Saya akan sampaikan ke pimpinan,” tutur Sutrisno seraya meniru ucapan staf di kantor BPN.

Dalam surat tersebut, pihak Gempadewa meminta kepala ART/BPN untuk menerima sikap keberatan warga Wadas. Mereka menuntut pemerintah memindahkannya di tempat alternatif yang tertera dalam rancangan Pembangunan Bendungan Bener.

Tanggapan BPN

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purwerejo Eko Suharto menanggapi surat penolakan dan keberatan dari Gempadewa dengan mengirimkan surat balasan. Surat tersebut menyatakan bahwa pihaknya tidak mempunyai wewenang untuk memindahkan lokasi quarry ke tempat lain.

Dalam surat itu pula Eko menuliskan bahwa instansinya hanya menjelankan tugas sesuai SK Gubernur Jawa Tengah No 591/41 tahun 2018 yang diperpanjang menjadi SK Gubernur Nomor 539/29 Tahun 2020 tentang perpanjangan penetapan lokasi. Tugas mereka, ialah melaksanakan kegiatan inventarisasi dan identifikasi subjek dan objek pengadaan tanah sebagaimana yang tercantum dalam SK Gubernur.

Reporter Ach Nurul Luthfi dan Aulia Iqlima Viutari | Redaktur Sidra