Home BERITA Balada Perguruan Tinggi: Jeratan Akreditasi dan Plagiarisme

Balada Perguruan Tinggi: Jeratan Akreditasi dan Plagiarisme

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.comTindak plagiarisme yang dilakukan Rektor Unes beberapa waktu lalu menjadi salah satu bukti kebobrokan perguruan tinggi di Indonesia. Plagiarisme, kata Abdil Mughis, merupakan salah satu masalah krusial yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia saat ini. Hal itu ia sampaikan pada diskusi Coreng Hitam Pendidikan Tinggi Indonesia Seri 1 yang bertajuk Plagiasi Jeratan Akreditasi, Kapitalisasi Ilmu Pengetahuan, Selasa (23/2).

Tuntutan produktif untuk memenuhi kebutuhan pasar akademik nasional dan internasional menjadi penyebab dasar banyak dosen menciptakan karya ilmilah tak bermutu serta tindak plagiarisme. Persoalan tuntutan itu merupakan rangkaian dari sistem akreditasi perguruan tinggi.

Dhia Al Uyun, Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kekerasan Akademik, menyebutkan bahwa akreditasi memiliki misi-misi kapitalis. Hal ini dapat dilihat dari dokumen-dokumen yang tidak transparan serta proses penyusunanannya memakan waktu terlalu singkat.

Lebih lanjut, untuk kebutuhan akreditasi dan kenaikan pangkat, dosen dituntut untuk melanjutkan studi doctoral serta melakukan berbagai penelitian. Akibatnya, penelitian tidak dilakukan berdasarkan substansi dan prosesnya tidak dilakukan dengan benar.

Abdil mengatakan, “Dosen dalam menciptakan karya ilmiah bukan lagi untuk menciptakan ilmu pengetahuan, tapi hanya sebatas pengembangan angka kredit milik pribadi.”

Menurut Dhia, mahasiswa pun dihadapkan pada masalah serupa. Mereka dituntut memperbanyak publikasi karya ilmiah (jurnal) demi mendukung akreditasi kampus. Bahkan tak jarang mereka dipaksa mencantumkan nama dosennya dalam karya ilmiah yang dihasilkan.

“Mahasiswa akan menjadi kuda untuk dosen menggapai bendera kredit dan pangkatnya,” ujar Dhia.

Abdil menuturkan, persoalan plagiarisme tidak terlepas dari struktur yang sejak awal telah dibentuk. Semuanya merupakan hasil produksi orde baru yang selanjutnya dijaga oleh birokrasi. Oleh karena itu, perguruan tinggi bukan lagi sebagai lembaga pengetahuan yang memproduksi pengetahuan, melainkan institusi birokrasi. Sementara dosen tidak lagi berperan sebagai civitas academica yang melahirkan ilmu pengetahuan, melainkan pegawai birokrasi.

Senada dengan Abdil, Dhia menambahkan, tindak plagiarisme berimbas pada penurunan derajat akademik sehingga kebenarannya diremehkan masyarakat luas.

“Dosen dan mahasiswa yang plagiator, mereka sebenarnya sedang berkontribusi dalam membiarkan pendidikan kita tetap dalam corong gelap kapitalisme,” pungkas Dhia.

Reporter Nur Aini Rizky Syaban | Redaktur Nur Hidayah | Sumber Gambar US News & World Report