Lpmarena.com– Dalam novel Sapaan Sang Giri, dikisahkan seorang ayah dan anak dipisahkan dari tanah kelahirannya oleh lintah darat. Si lintah darat menjual ayah dan anak tersebut ke VOC untuk dikirim ke Afrika Selatan. Kedua orang tersebut berusaha untuk tidak kehilangan identitasnya, meski hidup menahun di Afrika Selatan.
Kisah fiksi karangan Isna Marifa itu, tak dinyana, mengambil inspirasi dari kejadian nyata. Sejarah mencatat anak bangsa Indonesia pernah tinggal dan menetap di Benua Afrika. Mereka yang menetap di sana umumnya berasal dari Makassar, Jawa, Betawi dan Bali. Mereka menetap di sana sebagai pekerja ladang-ladang perkebunan milik VOC.
Isna Marifa lantas bercerita soal proses kreatifnya dalam menyerap inspirasi dari Cape Town, Afrika Selatan dalam diskusi berjudul Tali Rasa yang Tak Putus: Jejak Jawa di Cape Town. Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Tlatah Waktu via Zoom, Sabtu (27/2).
Isna Marifa pernah tinggal di Cape Town dan menyusuri jejak Nusantara secara langsung di kota itu. Pada suatu perkebunan anggur di Cape Town, ia bercerita, terdapat panel-panel berisi daftar nama pekerja yang pernah bekerja di perkebunan anggur tersebut. Pada panel-panel tersebut juga tertulis tempat asal pekerja, di antaranya berasal dari Nusantara, yang pertama kali menetap di Cape Town pada abad 18.
Peninggalan lainnya yang ditemukan oleh Isna adalah sebuah makam bernama Tana Baru Cemetery. Pada sebuah makam tergurat nama Tuan Guru. Tuan Guru merupakan pangeran dari kerajaan Tidore yang diasingkan dari Nusantara ke Afrika pada jaman kolonial Belanda.
Isna kemudian menjelaskan penyebab keberadaan penduduk Nusantara di Cape Town. Salah duanya, karena penyebaran budak dan pengasingan tokoh masyarakat Nusantara. Cape Town punya posisi penting karena ia juga tempat transit para penakluk dari Kerajaan Belanda yang menuju Nusantara.
“Karena (Cape Town) menghadap ke laut. Jadi Cape Town, posisinya, dia pertemuan antara Samudra India dan Atlantik. Dan posisinya di pesisir,” tambah Isna.
Dalam perkembangannya, penduduk Nusantara yang ditempatkan di Cape Town tidak dapat kembali ke tempat asal mereka sehingga mereka terpaksa untuk menetap menjadi penduduk Cape Town.
Reporter Muhammad Faqih Sampurno | Redaktur Sidratul Muntaha