Home BERITA Peran Media Mengatasi Hoaks di Tengah Kecamuk Infodemi

Peran Media Mengatasi Hoaks di Tengah Kecamuk Infodemi

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.comKeberadaan virus Covid-19 tak hanya menghadirkan sekelumit masalah pada bidang kesehatan. Beberapa masalah turunan yang tak kalah merepotkan masyarakat pun hadir.

Direktur Jenderal WHO menyebutkan bahwa pandemi ini akan diperparah dengan infodemi, yakni informasi berlebihan terkait pandemi Covid-19. Terbukti selang dua bulan sejak pernyataan tersebut, kurang lebih 103 berita bohong telah tercatat. Sampai saat ini, data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menyatakan bahwa jumlah tersebut merebak menjadi 893 hoaks dengan isu-isu yang berbahaya.   

“Sampai sekarang kami mencatat ada hoaks terkait Covid sekitar 893. Kalau di kominfo terdapat sekitar 1400 hoaks lebih,” papar Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo.

Masalah ini menjadi tantangan baru bagi media. Media yang bertugas sebagai penjernih informasi harus mengerahkan strategi baru untuk menghadapi kabar palsu di tengah kecamuk pandemi. Beberapa strategi tersebut dipaparkan dalam webinar bertajuk Melawan Infodemi Covid-19 oleh AJI Indonesia, pada Senin (05/02).

Setelah mendengar pernyataan Direktur Jenderal WHO di atas, Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Mafindo membentuk tim filsafat khusus pandemi dan tim relawan sebagai strategi awal. Kedua tim dibentuk dengan tujuan melakukan periksa fakta.

Isu Covid 19 menurutnya adalah isu yang sangat masif tersebar. Sehingga pada Maret 2020, tim Mafindo menggelar konferensi yang dihadiri oleh anggota KSP, Unicef, Google, pakar kesehatan, para influencer, dan media-media lainnya.

Dari konferensi ini, lahirlah beberapa saran. Di antaranya adalah permintaan pada pemerintah untuk merapikan struktur komunikasi serta mendorong upaya edukasi literasi Covid-19 secara masif dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Ekosistem periksa fakta yang ada di Indonesia pun perlu merapatkan barisan dan penegakan hukum bagi aktor-aktor penyebar berita palsu perlu dipertegas.

Selain itu, Septiaji juga memberikan edukasi secara daring yang melibatkan peserta sebanyak 40.000 peserta dari berbagai macam masyarakat. Ia juga mengerahkan timnya untuk menginisiasi gerakan Ayo Lawan Covid 19 hingga meluncurkan situs tularnalar.id dengan tujuan sebagai media literasi digital dan berpikir kritis.

Upaya dalam memberantas hoaks juga tengah dikerahkan oleh Novi Kurnia, Ketua Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi). Novi, dalam usahanya melawan hoaks juga menjadikan para pemuda sebagai sasaran dedikasinya.

Salah satu dari strategi yang Novi pilih adalah membuat konten Tik Tok yang berisikan edukasi cek fakta supaya lebih diterima. Selain itu, Novi dan timnya juga membuat pamflet edukasi dengan bermacam bahasa daerah. Menurutnya hal itu akan lebih memberikan dampak bagi kalangan orang tua.

Elin Yunita Kristiani, wakil pemimpin redaksi Liputan6.com turut berdedikasi untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam Webinar tersebut, Elin menyatakan bahwa kebanyakan hoaks beredar melalui aplikasi pesan WhatsApp. Sementara artikel yang dihasilkan media belum meluas di tengah menyebarnya hoaks.  Oleh karenanya, ia mengambil langkah untuk melawan persebaran berita bohong tersebut dengan menciptakan grup WhatsApp tandingan yang berisikan pembantahan terhadap hoaks yang telah tersebar.  Di sana ia menyebarkan dan membangun literasi cek fakta pada publik.

“Kami merasa bahwa jumlah Fake Checker dan jumlah jurnalis itu terbatas sekali,” kata Elin.

Secara internal, Elin membuat kelas cek fakta kepada para aktivisnya untuk memberikan edukasi tentang cara melawan hoaks. Di kelas yang menghadirkan para ahli di bidangnya itu, para aktivis diajarkan cara mengecek fakta hingga verifikasi foto dan video yang beredar. Bagi Elin, literasi cek fakta sendiri menjadi salah satu solusi penangkal hoaks. Kemampuan ini seharusnya dapat dijangkau banyak kalangan, baik masyarakat yang tinggal di pelosok maupun para difabel. Hoaks, kata Elin, tak dapat dibumihanguskan jika literasi tersebut belum menyebar luas.

Reporter Ahmad Ronal Anggoro | Redaktur Dina Tri | Sumber Gambar Discover Society