“Rakus tambang harus tumbang! Kaliprogo ora didol! “
Massa aksi menyerukan kalimat itu berkali-kali pada Aksi Tolak Bala Jagad Mandala yang di laksanakan pada Sabtu, (27/3). Aksi ini diwarnai dengan pementasan teater kebudayaan dari para aliansi yang ikut bergabung. Mereka datang dari latar belakang daerah yang berbeda serta kebudayaan yang berbeda, tetapi prihatin dengan isu sama, pertambangan di Desa Jombor XV.
Pukul 13.30 WIB, aksi dimulai melantunkan tembang Macapat Maskumambang. Suasana riuh, pekerja media dan seni bertebaran, tak luput warga pun ikut dalam aksi ini. Panggung aksi digelar dan puluhan massa tersebar di beberapa titik di sekitaran panggung. Terlihat beberapa orang berjaga di depan pintu masuk untuk menyemprotkan hand sanitizer dan membagikan masker.
Sorak massa terdengar kembali “Rakus tambang harus tumbang ! Kaliprogo ora didol !“
Kedatangan massa aksi disambut dengan beberapa penampilan dari aliansi yang ikut bergabung. Sesaat kemudian tampil Teater Selasar Fisipol UGM dan Teater Malam Yogyakarta yang menyuarakan tuntutan melalui puisi dan teater.
Salah satu puisi berjudul Karyot yang ditulis dan dibacakan Krismahendra, salah seorang anggota Teater Selasar. ”Seseorang yang mempunyai kekuasaan tinggi barangkali belum tentu mempunyai emosional dan perikemanusiaan yang tinggi pula, terkadang orang yang sudah diserahkan jabatan tinggi belum tentu bisa memperhatikan rakyat-rakyat kecil dan hanya memperhatikan orang yang berkepentingan belaka,” pungkas Kris makna dalam puisi yang ia bawakan.
Bersamaan dengan itu, disediakan pula lapak solidaritas di pinggiran panggung mulai dari pasar gratis Jogja, pustaka literasi, dan posko tato untuk para massa aksi dan warga setempat.
Sesaat kemudian, tampil pentas dari teater malam Yogyakarta berjudul Ibu Bumi. Penta situ bercerita tentang manusia yang dulu mengagung-agungkan bumi berikut segudang berkah yang diberikan. Namun manusia kini jadi rakus dan lupa diri dengan mengeksploitasi sumber daya alam dan melakukan penambangan secara ilegal.
Tak hanya penambangan, aksi itu menyorot konflik agraria secara umum. Sebab, hak atas tanah dan hak kidup warga semakin terancam. Penggusuran paksa tempat tinggal warga dengan dalih pembangunan hingga eksploitasi alam besar-besaran oleh perusahaan nasional maupun asing kian jamak terjadi. Dampak dari semua itu adalah penderitaan yang berkepanjangan.
Wie, ketua pelaksana aksi Tolak Bala Jagad Mandala, mengungkapkan pada ARENA, aksi ini dibuat untuk bersolidaritas kepada masyarakat Jomboran. Mereka bersama berjuang menolak perusahaan tambang yang mengeruk sungai Kali Progo. Tak hanya itu, acara ini juga dibuat untuk bersolidaritas terhadap rekan yang sudah tergusur lahan tempat tinggalnya seperti Pancoran, Gang Buntu, Petamanan Batang, dan lain sebagainya.
Jarum jam hampir menunjuk angka enam. Gema orasi dan pentas sempat luruh kala moderator acara memimpin massa untuk sejenak mengheningkan cipta. Massa dihimbau untuk menempati tenda-tenda yang disediakan, adzan berkumandang. Kabarnya aksi akan terus digelar hingga pukul delapan malam. Suasana riuh dan langit cerah sejak pagi berganti mendung, tak menyurutkan sedikit pun rasa semangat para aksi massa. Tarian, orasi, puisi, teater, silih berganti ditampilkan oleh para aliansi dan seniman. Moderator menutup acara aksi dengan penampilan puisi dari Rakyat Sastra ft Ra Etnik. Massa satu persatu mulai membubarkan diri.
Reporter Yunike Eka Lestari | Redaktur Sidratul Muntaha