Home BERITA Malam Jahannam Kudeta Soekarno pada Maret 1966

Malam Jahannam Kudeta Soekarno pada Maret 1966

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com – Meski dikenal sebagai Founding Fathers, banyak peristiwa tragis yang menimpa Soekarno di akhir hidupnya. Pada diskusi bertajuk Supersemar, Supersamar: Kontroversi Arsip Surat Peralihan Kekuasaan Soekarno ke Soeharto oleh Historia, Jumat (12/03), terungkap banyak peristiwa terkait kejadian yang tak patut didapat oleh Soekarno. Di antaranya adalah kudeta merangkak Soeharto.

Peralihan jabatan dari Soekarno ke Soeharto bukanlah peralihan jabatan yang normal. Asvi Warman Adam, Sejarawan LIPI, menganggap bahwa bangku kepresiden yang diduduki oleh Soekarno memang telah menjadi incaran Soeharto sebelum Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) diberikan.

“Peristiwa ini akan sangat jelas kalau kita mengetahui apa yang terjadi sepanjang bulan Maret tahun 1966 itu,” terang Sejarawan LIPI tersebut.
Asvi menjelaskan, sebelum Supersemar dikeluarkan, usaha pengambilan kekuasaan sudah terjadi. Pada 9 Maret 1966, Alamsyah, Ratu Prawiranegara, mengutus Dasaat dan Hasyim Ning untuk menemui Soekarno dengan membawa surat keterangan dari Soeharto.

Kedua pengusaha tersebut diutus untuk membujuk Soekarno agar memberikan kekuasaan pemerintahan pada Soeharto dengan tetap menjabat sebagai Presiden. Namun alih-alih menerima bujukan, Soekarno malah melempar asbak kepada Hasyim Ning sebagai bentuk kemarahannya.

Pascapenyerahan Supersemar, usaha Soeharto untuk merebut kekuasaan Soekarno semakin jelas. Sejarawan LIPI itu kemudian mendedahkan berbagai peristiwa janggal yang dilakukan oleh Soeharto.

Pada 17 Maret 1966, Soeharto menangkap Chairul Saleh. Ia adalah penyampai pernyataan Soekarno bahwa Supersemar bukanlah penyerahan kekuasaan, dengan dalih pengamanan 15 menteri. Lima hari setelahnya pers dikuasai Soeharto hingga semua pemberitaan politik kala itu harus diketahui terlebih dahulu oleh Dinas Penerangan Angkatan Darat. Pada 28 Maret 1966, pasukan Tjakrabirawa dibubarkan sedangkan penjaga Soekarno diserahkan kepada Polisi Militer.

Rangkaian persitiwa sejak 9 Maret 1966 hingga 28 Maret 1966 memperlihatkan dengan jelas bahwa kekuasaan telah dirampas secara bertahap oleh Soeharto. “Tinggal selangkah lagi, yaitu kursi kepresidenan” tutur Asvi.

Tak hanya di dalam negeri, Presiden pertama Indonesia itu juga mendapat beberapa ancaman dari luar negeri. Baskara T. Wardaya, Sejarawan Universitas Sanata Dharma, mengungkap beberapa ancaman terhadap Soekarno yang terkandung dalam arsip-arsip Amerika.

Melalui arsip yang ia temukan, Baskara menjelaskan bahwa para jenderal Amerika pernah melakukan rapat untuk membahas Soekarno. Rapat tersebut menghasilkan ketetapan untuk tak segan melakukan tindakan kekerasan terhadapnya jika ia tetap mengeyel.

Arsip lain yang Baskara jelaskan memuat percakapan antara menteri luar negeri Amerika dan Ali Murtopo Tahun 1967. Dijelaskan dalam percakapan tersebut bahwa Soekarno akan dibereskan dan tidak akan pernah kembali dalam keadaan hidup jika ia pergi ke luar negeri.

Tak kalah penting, Bonnie Triyani, Pemred Historia, menyoroti tulisan Ayko, Sejarawan Jepang. Tulisan itu mengungkap bahwa beberapa kali Soekarno didorong untuk berobat ke Tokyo, satu-satunya tempat yang dianggap dapat menyembuhkan penyakitnya. Peristiwa ini, menurut Bonnie, adalah salah satu usaha untuk membuat Soekarno pergi ke luar negeri.

Reporter Ahmad Ronal Anggoro | Redaktur Sidratul Muntaha