Lpmarena.com– Himpunan Komunitas Peradilan Semu Indonesia (HKPSI) mengadakan webinar nasional dengan tema Kritik di Negara Demokrasi melalui aplikasi Zoom, Jumat (2/4).
Materi pertama, perlindungan konstitusional terhadap freedom of speech, disampaikan Pendiri Advokat Konstitusi Fitrah Bukhari. “Indonesia lahir dari hasil pemikiran dan perumusan Pancasila sebagai dasar konstitusi mengenai hak-hak warga negara, termasuk pula kebebasan berpendapat,” tutur Fitrah. “Maka dari itu, warga Indonesia punya hak unutk menyampaikan kritik pada para pemimpin.”
Hal senada diungkapkan oleh Titiek Anggraini selaku anggota Dewan Pembina Perludem. Ia menambahkan lampiran data menurut Global State of Democracy Indicesyang menyatakan ada dua elemen kunci demokrasi, yaitu kendali dari rakyat dan kesetaraan politik. “Demokrasi dapat terjadi jika masyarakatnya aktif dalam praktik politik sebagai warga negara, menyampaikan pandangan, ekspresi dan kritiknya terhadap kinerja pemerintah.”
Titiek menambahkan, “Faktanya, beberapa penelitian yang dilakukan oleh berbagai lembaga nasional maupun internasional menunjukkan indikasi bahwa saat ini Indonesia mengalami democracy backsliding atau kemunduran demokrasi.” Lebih lanjut ia memberi contoh kemunduran politk di Indonesia, di antaranya korupsi, penyebaran distorsi saat pemilu, hingga disfungsi partai politik. Demokrasi baru sebatas prosedur dan belum menghasilkan produk demokrasi sesungguhnya.
Kemunduran itu ditegaskan pula oleh Andi Muhammad Rezaldy, Kepala Divisi Hukum Kontras. “Hak asasi warga negara Indonesia saat ini sedang terancam,”
Rezaldy juga menambahkan saat ini pemerintah seringkali membatasi media sosial dan melakukan manipulasi data demi kepentingan politik. Masyarakat tidak lagi bebas untuk menyampaikan opini dan kritiknya kepada pemerintah walau hanya melalui media sosial.
Menurut data dari Litbang Kompas, kebebasan berpendapat adalah persoalan politik terbesar di Indonesia. Selama beberapa tahun ini, pemerintah terus melakukan pembatasan besar-besaran terhadap arus informasi yang mengkritik pemerintah, khususnya di media sosial. Jika terdapat kritik yang dianggap merugikan citra pemerintah maka orang tersebut dapat terancam keberadaannya. Tidak ada lagi hak yang bebas bagi warga sipil untuk mengungkapkan kritik maupun opininya terhadap pemerintah.
Pembicara terakhir adalah Jimly Asshiddiqie yang merupakan Anggota DPD RI Periode 2019-2024. Beliau juga merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2003-2008. Prof. Jimly mengajak para peserta webinar yang didominasi oleh para mahasiswa untuk menyadari pentingnya kebebasan dalam demokrasi dengan melakukan kritik atas pemerintah.
“Demokrasi sebagai suatu sistem harus dirawat, harus dilembagakan dari waktu ke waktu dengan mekanisme rule making, yaitu rule of law dan rule of ethics untuk integritas dan kualitas demokrasi di Indonesia.” Terang Jimly
Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa rules tertua pada konstitusi Indonesia belum sepenuhnya sempurna dan final. “Masih banyak ide-ide didalamnya yang belum diterapkan. Ide itu harus menjadi bagian dari kesadaran kognitif masyarakat Indonesia maupun lembaga pemerintahan. Itulah mengapa masih perlu banyak hal yang dievaluasi melalui kritik yang disampaikan rakyat,” jelas Jimly
Menurut Prof. Jimly, kelemahan implementasi konstitusi Indonesia juga disebabkan karena para pemangku politik yang sebagian besar masih memikirkan kepentingan pribadi semata.
Reporter Dea Anjani | Redaktur Sidra | Sumber Gambar wishfulthinking.co.uk