Lpmarena.com – Warga Wadas bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta melaporkan kasus kekerasan yang dilakukan Kapolres Purworejo, AKBP Rizal Marito beserta anggotanya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Jumat (29/4).
Pelaporan tersebut merupakan buntut dari represi aparat terhadap warga Wadas saat akan diadakan sosialisasi pengukuran tanah pada 23 April lalu. Aksi penolakan ini berujung pada penangkapan sebelas orang. Saat itu sekitar 400 aparat membawa senjata gas air mata dengan seragam dan tameng lengkap.
“Kami indikasikan kekerasan yang dilakukan oleh aparat sebagai suatu peristiwa yang diduga pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kapolres Purworejo beserta anggotanya di lapangan,” jelas Yogi Zul Fadli, direktur LBH Yogyakarta.
Yogi mencatat ada lima aturan hukum yang dilanggar, baik hukum pidana maupun hukum yang mengatur tentang HAM. Diantaranya pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.”
Hal itu berkaitan dengan agenda mujahadahan warga. Muhajadah adalah bentuk hak untuk berkumpul dan menyampaikan penolakan atas tambang quarry di desa Wadas. Tetapi malah direpresi aparat.
Kemudian pada pasal 34 dalam UU yang sama pun ditemukan pelanggaran terkait penangkapan warga. Pasal tersebut melarang penangkapan, penahanan, pemaksaan, penculikan, pengasingan atau pembuangan secara sewenang-wenang.
“Teman-teman itu diperlakukan secara sewenang-wenang, mereka dihajar, diangkut ke truk polisi, lalu dibawa ke Polsek Bener, barang-barangnya disita tanpa surat tugas penyitaan,” katanya.
Nawaf, warga Wadas, menjelaskan bagaimana proses penangkapan dan penyiksaan terhadapnya. Ketika itu aparat berkeliling desa menggunakan senjata lengkap. Ia ditangkap dan diseret paksa ke dalam mobil polisi. Nawaf juga dipukul di leher, rahang, bagian kepala, dan lutut.
Selain itu, Slamet, juga mengalami represi serupa. Ia ditampar tiga kali, lalu dipukul di bagian leher, ditendang di bagian perut, bahkan sempat pingsan.
Menurut Yogi, hal yang dilakukan aparat itu bertolak belakang dengan ketentuan dalam pasal 6 dan pasal 11 Peraturan Kepala Kepolisan Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam pasal 5 ayat 1, cakupan tugas Polri meliputi hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Di sana juga terdapat peraturan hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang dan hak bebas dari penghilangan secara paksa.
Sehingga ada empat variabel pelanggaran yaitu kekerasan, ancaman kekerasan, penganiayaan, dan pengeroyokan. Berangkat dari aturan hukum itulah, gugatan akan dilayangkan melalui pos untuk segera ditindaklanjuti.
“Kami berharap dan meminta Komnas HAM menindaklanjuti laporan ini dan melakukan penyelidikan serta pemeriksaan, juga tidak segan memeriksa dan memanggil Kapolres Purworejo dan anggotanya yang melakukan pelanggaran,” pungkas Yogi.
Reporter Atikah Nurul Ummah | Redaktur Dina Tri Wijayanti