Home BERITA Kampung Ramadan Jogokariyan: Saksi Kemeriahan Ramadan di Luar Ruang Ibadah

Kampung Ramadan Jogokariyan: Saksi Kemeriahan Ramadan di Luar Ruang Ibadah

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Ramadan menjadi bulan yang membahagiakan bagi umat Islam. Sayangnya, seringkali keistimewaan ini hanya terpusat di masjid. Kampung Ramadan Jogokaryan pun hadir untuk membangun dan membuka ruang perekonomian warga setempat di luar tempat ibadah.

Lpmarena.com – Setelah mendapati kenyataan suaminya terkena PHK, Yulia tergerak untuk membangkitkan perekonomian keluarga selama pandemi. Meskipun telah mendapat bantuan bulanan dari pemerintah sebesar Rp300.000, uang itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kelima anggota keluarganya. Bayangan masa depan ketiga anaknya makin menguatkan tekadnya.

Yulia ragu untuk kembali berjualan di pinggir jalan karena takut digusur aparat. Perempuan asal Wirobrajan itu akhirnya memutar otak. Beberapa pekan menjelang Ramadan lalu, ia ditawari kakak kandungnya untuk berwirausaha di Kampung Ramadaan Jogokaryan (KRJ). Kabarnya pihak KRJ menyediakan kuota sebanyak 180 kapling. Ini berbeda dari dua tahun sebelumnya yang mencapai 260 kapling.

Kendati demikian Yulia menyambut peluang itu. Lebih-lebih segala macam urusan administrasi dan produksi barang sudah siap. Menurutnya, prosedur berjualan di KRJ tidak terlalu rumit. Para pedagang cukup mendaftar dengan identitas diri dan memberikan uang seikhlasnya. Mereka juga diwajibkan melakukan tes Covid-19 GeNose setiap minggu sekali.

Sebelumnya di tahun 2018 Yulia pernah berdagang di KRJ.  Menurutnya KRJ, jika dibandingan KRJ tahun jumlah pengunjungnya lebih menurun.

“Tapi ya enggak apa-apa. Dicukup-cukupin, disyukuri, yang penting saya sudah diberi ruang,” katanya.

***

Sore itu gang sepanjang Jogokaryan penuh. Sekitar pukul empat sore para pengunjung mulai berdatangan. Semua kalangan tumpah ruah di kampung itu. Kebanyakan adalah kawula muda. Sambil mengenakan masker, mereka berjalan beriringan, tengok sana tengok sini mempertimbangkan apa yang hendak dibeli. Para pedagang pun ramai menawarkan dagangannya.

Di antara para pedagang itulah, ada kisah yang melatarbelakangi berdirinya KRJ. Tepatnya pada tahun 2004 lalu, setelah melihat fenomena banyaknya warga sekitar Jogokaryan yang tak bisa berjualan ketika masuk bulan puasa, para Remaja Masjid (Remas) Jogokaryan berinisiatif membuatkan mereka ruang untuk berjualan. Warga tentu menyetujui.

“Sebagai langkah rintisan, kami memberanikan diri. Kalau tidak ada modal, kami pinjami modal,” ujar ketua panitia KRJ 2021 saat ditemui ARENA di serambi Masjid Jogokaryan.

Awalnya untuk menarik antusiasme masyarakat, panitia bekerja sama dengan salah satu media nasional untuk meliput kegiatan. Selain itu, beberapa artis muslim yang kerap muncul di televisi turut diundang untu memeriahkan. Usaha itu tidak sia-sia, setiap tahun KRJ selalu ramai menjadi tempat ikonik selama bulan Ramadan.

Selain itu, warga yang berdagang di sana tidak terbatas hanya warga setempat. KRJ membuka peluang bagi siapapun. Sistemnya sama seperti di pasar-pasar tradisional. Para pedagang berjualan di kapling-kapling yang ditentukan panitia. Jika dalam beberapa hari gerai kosong, panitia akan menggantinya dengan pedagang lain.

Dari tahun ke tahun, salah satu kunci berjalannya KRJ adalah bagaimana panitia terus melestarikan hubungan yang baik dengan masyarakat setempat. Masyarakat bukan sekadar objek. Mereka selalu dilibatkan dalam dinamika KRJ. Untuk itulah, kata Muhammad Syafiq Hamzah sebagai ketua panitia, nama Kampung Ramadaan Jogokaryan diambil. Harapannya nuansa Ramadan tidak hanya berkutat di masjid, tapi juga menjalar ke setiap sudut Jogokaryan.

Setiap tahun, sebelum KRJ diisi dengan acara besar bersama orang luar, panitia lebih dulu mengadakan kegiatan dengan warga setempat. Meski kegiatannya beragam, para panitia ingin keceriaan menyambut Ramadan harus menjamah kampung hingga sudut-sudutnya. Seperti halnya lomba menghias gapura, lomba bulu tangkis dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan di kampung Ramadan itu turut diramaikan warga non-muslim.

Panitia KRJ selalu berusaha untuk menyerap aspirasi warga. Sebelum memetakan gerai, panitia menemui dan berdialog dengan warga terkait perizinan. Apabila terdapat warga yang tak memperbolehkan, maka halaman rumah tersebut tidak ditempati pedagang.

Pendaftaran pedagang pasar KRJ gelombang pertama dikhususkan untuk penduduk Jogokaryan sendiri. Baru setelahnya, warga luar bisa mendaftar pada gelombang kedua. Tak heran, kata Syafiq, lebih banyak penduduk lokal yang berdagang di KRJ.

Kedekatan antara panitia dan masyarakat inilah yang membuat masyarakat setempat antusias menyambut KRJ. Seperti halnya yang dikatakan oleh Narno, penduduk setempat Jogokaryan yang menjadi juru parkir. Meski begitu, ia harus menerima kenyataan bahwa tahun ini pendapatannya juga menurun drastis.

“Biasanya bisa sampai enam puluh motor yang ke sini. Tahun ini sepuluh motor saja sudah alhamdulillah,” ujar Narno.

Cara warga Jogokaryan menyambut dan berpartisipasi pada KRJ pun tak hanya dengan berdagang, ada yang menjadi relawan KRJ. Narno mengaku telah sepuluh tahun menjadi juru parkir di KRJ. Baginya, KRJ bukan hanya membantu menambah pundi-pundi rezekinya, tapi juga mengurangi pengeluaran untuk membeli makan berbuka puasa dengan adanya program Takjilan.

***

Gelap semakin menaungi gang Jogokaryan. Salah seorang panitia mulai berkeliling dengan sepeda motor roda tiga untuk memunguti kresek hitam besar berisi sampah. Ia mengenakan rompi bertuliskan “Relawan Masjid Jogokaryan”.

Selepas magrib, KRJ belum sepenuhnya ditinggalkan. Beberapa pengunjung masih berbincang-bincang dan menikmati makanannya. Ada yang beringsut ke masjid Jogokaryan untuk bersiap-siap salat isya dan tarawih. Ada juga yang beranjak pergi. Para pedagang mulai mengemasi barang dagangannya. Beberapa masih bersabar menunggu pembeli berikutnya.

Ramadan berakhir, dan mereka menjadi saksi bagaimana keceriaan nuansa bulan Ramadan dapat diciptakan dengan gerakan peningkatan perekonomian yang berangkat dari masyarakat dan untuk masyarakat.

Reporter Mas Ahmad Zamzama N (magang) | Redaktur Dina Tri Wijayanti