Khotbah Jumat
Khotib bilang langit itu pualam tak berkesudahan
kemakmuran yang membahagiakan
Tapi aku tak paham
Khotib bilang langit itu menawan tanpa padan
Kelengkapan yang menentramkan
Tapi aku sukar
2021
Tanjung Perak
(Antara pelabuhan dan kegelisahan)
Jalan berdebu
Umpatan
Mata nyalang
Semua berebut
Cari santapan;
Mulai Pemodal
Pejabat
Pemuka agama, pemimpin umat
Polisi, tentara,
Maling, rampok, begal,
Kuli, tukang,
sampai kerekere
di Bantaran Kalimas
Dengan hasrat telanjang bulat
Berdesakan
Seperti ikan sarden di dalam kaleng
Kaki lima
Lagu Rhoma
Gelandangan
Pengemis meneteki
bayinya dengan keringat
Nguar bau pesing dari sudut tak terlihat
terlentang lelaki di trotoar
Pulang tak sempat
Jangan ditanya soal rehat
Suara adzan dari toa masjid setempat
Membangunkan mayat hidup menuju keterasingan lain
Bunyi lonceng dari cathedral terdekat
Membuat seekor domba menyanyikan lagu Didi Kempot
Ada Mariana dengan ketaatan
Di kedalaman palungnya
Menemani seekor monster bernyanyi
Rok mini body padat
Mata sayu
Senyumnya menyedihkan
Gincu yang pudar
Tali di leher
Digandeng sehabis keluar
Dari resleting yang ditutup
Semua berdesakan
Seperti ikan sarden di dalam kaleng
2021
Kuli Pelabuhan
Orang bilang, kampungku tempat uang
Adalah pelabuhan
Tapi, ini hari tak ada yang mencari kuningan dan besi
di bandar-bandar, antara gudang, truk, dek kapal, dan sekoci
Aku sendiri telah sepi
memanggul nasib dari kapal ke kapal
mencari rongsokan tertinggal
Dan di pelabuhan itu kusemayamkan matahari di antara kardus dan karung goni
Aku kuli pelabuhan
berjalan menyusur tanjung
menjemput hari berlari
2021
Kuli Proyek
Delapan belas jam
keras kukuras tenaga
jadi kerja-kerja
tangan kasar
Urat tegang
otot dan watak kaku
Badan pegal
Perasaan sebal
Pikiran bebal
Berpasir dan berdebu
Upah
Tak juga dibayar
Walau harian
Sumpah serapah
Upah
Sudah dibayar
Awal bulan
Pongah
2021
Pidato Walikota
Di kota tak ada yang gratis
Makan, minum, tidur, hiburan,
Di kota tak ada yang gratis
Beragama, sekolah, kuliah, kerja,
Di kota tak ada yang gratis
Berteman, kenalan, pacaran,
Di kota tak ada yang gratis
Kawin, beranak, mandi, pipis, dan mati
Ayo ke kota
Apapun tersedia
kita mati di sana
Di kota matahari sengaja diredupkan
banyak orang teler berat,
Atau tidur sambil jalan
McDonald mengunyah pajak negara
Bioskop melotot melihatmu ciuman dengan kenalan
Dan tunawisma diproduksi secara masal
2020
Pangeran Berkuda Poni Putih
Untuk Umbu Landu Paranggi
Kupanggil kau dari tahun tahun kelanaku
Kucari kau
Kubunuh masa remaja antara aku dan sebayaku
Kututup diri dari umur yang penuh gemerlap, dan keriuhan itu
Masuki kesunyian antara lelap dan jagaku
Membaca anak anak yang mengandung sajakmu
Mencari kau Pangeran berkuda poni putih
Berpena, tak berpedang bersinggasanakan jalanan
Antara kantor Pelopor Yogya dan Malioboro 175 A
Dan di hari baik bulan baik
Kau mengguyur permukaan batinku dengan sajakmu menggenangi pagiku
2021
Farid Merah, penikmat sastra Amerika latin, lahir di Surabaya 19 Desember 1995. Ia adalah anggota aktif Teater Eska yang juga gemar bermusik dan bermain peran. Kini, ia belajar menulis puisi di “Kata Penyair”, salah satu program kelas menulis yang diampu Ulfatin CH dan diinisiasi oleh para seniman Teater Eska. IG @faridmerah08
Ilustrasi: Faqih Sampurno