Home BERITA Langgar Asas Hukum, Warga Wadas Tuntut Ganjar ke PTUN

Langgar Asas Hukum, Warga Wadas Tuntut Ganjar ke PTUN

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com – Warga Wadas Purworejo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menuntut Ganjar Pranowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Gubernur Jawa Tengah itu dianggap telah melanggar asas hukum dalam mengeluarkan Izin Penetapan Lokasi (IPL) penambangan quarry untuk bahan material pembangunan Bendungan Bener.

Humas Koaliasi Kuasa Hukum Gempadewa, Fadly, menilai kebijakan pembaruan IPL tersebut menyalahi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Menurutnya, pembaruan izin itu sangat mendadak karena dikeluarkan dua hari setelah IPL yang lama berakhir pada 5 Juni lalu. Apalagi dalam pembahasannya warga tidak dilibatkan.

“Pembaruan IPL sangat mendadak, warga beserta kuasa hukumnya menerima pemberitahuan juga terlambat,” tegasnya dalam konferensi pers selepas sidang di PTUN Semarang pada Senin (02/08).

Warga Wadas besserta kuasa hukum pun mendapat informasi terkait hal itu sekitar tanggal 23-25 Juni, sehingga baru bisa mengajukan gugatan. Padahal, sebelumnya tidak ada informasi terkait kebijakan pembaruan ketika tim hukum mendatangi kantor gubernur pada 20 Juni lalu.

Selain itu, Fadly juga melihat adanya maladministrasi pada ranah landasan hukum yang digunakan. Ganjar, telah melanggar hirarki perundang-undangan karena memakai Keputusan Gubernur No 590/20 tahun 2021 Tentang Pembaharuan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purwerejo dan Wonosobo.

Tata urutan hirarki perundang-undangan merujuk pada UU Nomor 15 tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan bahwa UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang lebih tinggi kedudukannya daripada Peraturan Daerah Provinsi.

Fadly menyatakan seharusnya landasan hukum yang digunakan adalah Undang-undang (UU) Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam peraturan tersebut, perpanjangan hanya boleh dilakukan satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Sedangkan IPL penambangan di Desa Wadas sudah melebihi masa setahun.

Lebih lanjut, jika masa perpanjangan sudah habis, maka perlu pembaruan IPL yang mencangkup pembaruan isi. Tapi nyatanya muatan dalam izin terbaru itu masih menggunakan IPL yang lama. Tidak ada perubahan lain kecuali masa berlaku yang diperpanjang hingga dua tahun kedepan.

Tuson Dwi Haryanto, salah satu Koalisi Kuasa Hukum untuk Keadilan Gempadewa, melihat adanya cacat prosedur dalam penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Menurutnya, Amdal antara proyek pertambangan quarry dengan pembangunan Bendungan Bener harus dibedakan.

Tuson memandang proyek penambangan itu tidak termasuk ke dalam klasifikasi pembangunan untuk kepentingan umum. Menilik pasal 10 UU Nomor 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, telah diubah dalam pasal 123 angka 2 UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

“Ada kepentingan privat yang masuk ke dalam proyek penambangan quarry karena adanya penggabungan Amdal untuk dua proyek yang berbeda,” jelas Tuson.

Substansi Penolakan Tak Dipertimbangkan dalam Sidang

Warga Wadas yang diwakili oleh kuasa hukum pun mendaftar dan menyerahkan berkas gugatan pada tanggal 15 Juli ke PTUN Semarang. Namun dari pihak tergugat tidak memberi jawaban. Pada sidang kedua dalam agenda pemeriksaan bukti surat dan tertulis dari pihak tergugat justru menyerahkan bukti ke majelis hakim.

Julian, Kuasa Hukum Warga dari LBH Yogyakarta, menjelaskan ada ketidakberesan dalam proses persidangan kedua. Pasalnya, persidangan yang dipimpin oleh hakim Roni Erry Sapatrom, Eka Putrantim, Ridwan Akhir dan Tjanjono Wibowo mempersempit ruang perdebatan substansial dan malah fokus memperdebatkan hal yang prosedural.

“Perdebatannya di wilayah prosedural seperti landasan hukum yang dipakai, sedangkan substansi penolakan warga tidak diberi ruang dan tidak dipertimbangkan,” kata Julian.

Tidak hanya itu, Julian membeberkan majelis hakim juga tak akan mempertimbangkan keterangan pendukung seperti saksi atau ahli dalam persidangan selanjutnya. Kehadiran para saksi tersebut terkesan sekadar formalitas karena tidak memengaruhi putusan.

Saat ARENA ingin mengonfirmasi terkait sikap dan pernyataan tergugat, tim kuasa hukum gubernur enggan memberikan keterangan apapun.

Tim Koalisi Kuasa Hukum untuk warga Wadas yang terdiri dari Lembaga bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Bantul, PBH Peradi Sleman, PBH Peradi Wates, LBH Artomoro, LBH Sikap, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LKBH) UII dan LBH Semarang sudah mempersiapkan bukti surat dan tertulis.  Berkas tersebut akan dibawa untuk agenda pemeriksaan di sidang berikutnya pada Kamis, 5 Agustus.

Reporter Ach Nurul Luthfi | Redaktur Dina Tri Wijayanti