Home BERITA Hilangnya Mata Pencaharian Pendorong Gerobak akibat Relokasi PKL Malioboro

Hilangnya Mata Pencaharian Pendorong Gerobak akibat Relokasi PKL Malioboro

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com–Dampak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro tidak hanya berdampak pada PKL itu sendiri. Namun juga berimbas pada terancamnya mata pencaharian puluhan pendorong gerobak PKL Malioboro.

Pada audiensi yang berlangsung di kantor Wali Kota Yogyakarta pada Senin (07/02), mereka mengeluhkan dampak relokasi serta mendesak pemerintah untuk memberikan solusi atas permasalahan tersebut.

Pasalnya ketika PKL Malioboro direlokasi ke tempat baru, lapak para PKL berjualan sudah permanen. Sehingga, pendorong yang biasa mendorong gerobak dagangan PKL akan kehilangan pekerjaan.

Sebelumnya pada 1 Februari 2022, PKL Malioboro resmi direlokasi dari yang semula berada di sepanjang Jalan Malioboro, dipindahkan ke wilayah Teras Malioboro 1 dan 2. Teras Malioboro 1 berlokasi di bekas Gedung Bioskop Indra, sementara Teras Malioboro 2 berada di bekas Kantor Dinas Pariwisata DIY.

Menurut Kuwat Suparjono, ketua Paguyuban Pendorong Gerobak Malioboro, ada beberapa alternatif yang mereka tawarkan ke pemerintah kota saat audiensi. Seperi mereka mengusulkan agar para pendorong gerobak bisa mendapatkan lapak ataupun pekerjaan pengganti semacam petugas parkir atau petugas kebersihan.

“Kalau bisa digabung dengan para teman-teman di teras 1 maupun teras 2. Mendapat satu lapak gitu,” tuturnya.

Namun, apabila permintaan tersebut tidak dapat terpenuhi, pemerintah diharap dapat memfasilitasi para pendorong gerobak dengan koperasi-koperasi PKL Malioboro agar mereka diberi pesangon. Pesangon itu nantinya akan mereka gunakan sebagai modal usaha.

“Harapan terakhir seperti itu. Pesangon untuk kita berjualan, untuk berkarya selanjutnya,” harapnya.

Pendorong Gerobak PKL Malioboro saat melakukan audiensi dengan pihak pemerintah kota. (Foto: Aji Bintang Nusantara)

Menanggapi itu, Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum Pemerintah Kota Yogyakarta, Kris Sardjono Sutedjo, mengatakan bahwa untuk saat ini pemerintah kota Yogyakarta baru menampung permintaan dari pendorong gerobak.

“Dari hasil masukan ini nanti akan kita komunikasikan dengan pemerintah DIY,” jelasnya saat diwawancarai ARENA selepas audiensi.

Terkait permohonan lapak oleh para pendorong gerobak, Kris mengaku belum mengetahui penyelesaiannya akan seperti apa. Akan tetapi, menurutnya pemerintah kota akan mengupayakan penyelesaian dari masalah ini.

“Kan misalnya nanti ya beberapa tempat mungkin membutuhkan semacam tenaga keamanan misalnya. Kita rembukan bareng (antara) pemerintah kota dengan pemerintah DIY,” paparnya.

Sementara itu, Era dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menilai bahwa pemerintah gagal dalam merencanakan relokasi ini. Pasalnya, pemerintah luput dalam melakukan pembacaan terhadap masyarakat yang terdampak dalam relokasi ini.

Pemerintah luput memasukkan pendorong gerobak ke dalam salah satu masyarakat yang turut terdampak relokasi. Akibatnya, para pendorong gerobak tidak mendapatnya kepastian pekerjaan pasca relokasi ini.

Menurut Era, pemerintah seharusnya memikirkan masyarakat terdampak. Dampak-dampak yang dialami masyarakat itu juga semestinya masuk ke dalam dokumen perencanaan. Sayangnya, ketika LBH menanyakan dokumen perencanaan itu, pemerintah mengatakan bahwa dokumen tersebut tidak ada.

“Jadi, ya kalau mau dibilang relokasi ini belum punya dasar hukumnya. Tapi, sudah dijalankan. Secara hukum, (relokasi ini) bermasalah,” pungkasnya.

Reporter Aji Bintang Nusantara | Redaktur Atikah Nurul Ummah