Lpmarena.com-Warga Wadas kembali melaksanakan nyadran pada Rabu malam (16/03). Nyadran merupakan tradisi rutin yang dilakukan saban bulan Sya’ban dengan tujuan mengirim hadiah kepada para leluhur. Acara ini lumrahnya dilakukan di tiap RT, dari menziarahi makam leluhur, berdoa dan ditutup dengan makan bersama.
Meski menjadi sebuah kelumrahan, setahun setelah mengalami penindasan atas proyek Bendungan Bener, warga Wadas memilih untuk melakukan tradisi ini dengan cara yang berbeda.
Fuad Rofiq, salah satu aktivis desa Wadas, menjelaskan mayoritas warga aktif menolak adanya penambangan. Maka untuk lebih menguatkan kebersamaan masyarakat dalam ranah pergerakan, nyadran dilakukan serentak satu desa.
“Isinya emang berisi penguatan-penguatan agar warga selalu bersama dalam pergerakan ini,” tuturnya.
Selain itu acara pengajian dalam nyadran kali ini pun tak hanya digelar dengan mengaji perihal agama. Lebih dari itu, corak perlawanan juga nampak pada tema yang diangkat yakni, “Sadumuk Batuk, Sanyari Bumi, Ditohi Tekan Pati”. Tema ini, kata Rofiq, berkaitan erat dengan urgensi tanah bagi orang Wadas. Aktivis Gempadewa itu mengatakan tanah Wadas merupakan identitas, kehormatan, sejarah yang tidak ternilai harganya.
“Maka akan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan,” tegasnya.
Tak hanya tema, rentetan acara pengajian pun menunjukkan corak perlawanan. Roy Murtadho, Pengasuh Pondok Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar, turut memberi dorongan pada warga untuk terus mempertahankan tanah. Kiai sekaligus aktivis mengatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun, baik struktural maupun kultural, tidak diperbolehkan.
“Orang yang mengatakan bahwa jika tanahmu dirampas itu sudah ditakdirkan, adalah sebuah bentuk kekerasan kultural berkedok agama,” lanjutnya.
Senada dengan itu, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar Jombang, Abdussalam Shohib, juga turut memeriahkan acara ini. Dalam ceramahnya, ia mengatakan bahwa mempertahankan tanah itu dibenarkan oleh syariat. Mempertahankan tanah adalah bentuk penjagaan modal yang menjadi salah satu tujuan syariat. Tidak satupun pembangunan yang boleh mengambil hak secara paksa.
“Kalau jenengan mempertahankan ini dan wafat, maka anda mati syahid,” ceramahnya.
Acara kemudian ditutup dengan menyanyikan mars Gempadewa. Di ujung acara, dilanjutkan dengan pembacaan pernyataan sikap warga Wadas yang berbunyi, “Kami tidak akan menjual tanah kami sejengkal pun dengan harga berapapun. Kami, warga Wadas, menolak keras segala pertambangan di bumi Wadas dan kami minta kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk segera mencabut IPL Wadas.”
Reporter Ahmad Ronal Anggoro | Redaktur Dina Tri Wijayanti