Home BERITA Data Dinas Perempuan dan Anak Jawa Tengah: Kasus Tertinggi Kekerasan Seksual Dialami oleh Anak Usia Dini

Data Dinas Perempuan dan Anak Jawa Tengah: Kasus Tertinggi Kekerasan Seksual Dialami oleh Anak Usia Dini

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Independen Komunitas Mahasiswa Universitas Terbuka (IKMA UT) Jawa Tengah gelar webinar bertema “Kekerasan Seksual dan Pelayanan Pendampingan Terhadap Korban” pada Minggu (27/03).  Diskusi tersebut membahas tentang maraknya korban kekerasan seksual, tak terkecuali pada anak usia dini. Bahkan, menurut data yang diberikan oleh Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah, tercatat 50% anak usia dini mengalami kekerasan seksual.

Retno Sudewi, Kepala Dinas Komnas Perempuan  memaparkan data yang tercatat dari Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah, bahwa hingga Februari 2022, kasus tertinggi kekerasan seksual terjadi pada anak usia dini. Dari data grafik yang ditampilkan Retno, tercatat ada 84 kasus kekerasan seksual anak dan 74 kasus kekerasan seksual pada wanita dewasa yang dilaporkan.

“Masih banyak fenomena di luar sana mengenai kekerasan seksual yang tidak dilaporkan,” ujar Retno.

Ia menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan seksual anak bisa terjadi.  Mulai dari budaya patriarki, kualitas hidup yang rendah, ketidakadilan gender, pola asuh yang salah, serta tayangan media sosial. Retno mengatakan media merupakan salah satu tantangan yang bisa menyebabkan kekerasan seksual terjadi. 

Dalam diskusi itu pula, Nur Laila Hafidhoh direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menyampaikan bahwa ada beragam modus kekerasan seksual baik yang menimpa anak, maupun orang dewasa.

“Dari hasil laporan yang diterima LRC-KJHAM, ada kasus kekerasan seksual yang sedang  menjadi tren di kalangan hari ini ialah memasukan sperma ke dalam makanan, dan menimbulkan depresi berat bagi penyintas,” papar  Laila. 

Laila juga menyampaikan bahwa kasus ini tidak dilakukan secara kontak fisik saja, namun ada juga yang menggunakan media sosial seperti Whatsapp untuk menjebak korbannya. Modus yang digunakan pelaku adalah melakukan video call  kepada korban dengan posisi pelaku sedang masturbasi. Pada kondisi yang demikian pelaku akan mengambil foto tangkapan layar korban yang dijadikan ancaman agar korban mau memberikan tebusan uang kepada pelaku. 

Dalam hal ini, ada beragam alasan penyintas tidak melaporkan kasusnya. Laila membagikan data yang menunjukkan hampir setiap korban pada kasus ini enggan untuk melapor. Alasannya malu dan takut akan pandangan masyarakat kedepannya. 

“Saya berharap dengan adanya webinar ini, dapat membuka cara pandang masyarakat pada saat menangani korban kekerasan seksual. Dan untuk pemerintah semoga lekas membuka layanan khusus untuk korban kekerasan seksual seperti jaminan hidup dengan aman, terapi fisik dan psikis, serta jaminan perkembangan kasus sampai selesai,” pungkas Retno. 

Reporter Nada (magang) | Redaktur Atikah Nurul Ummah

(Sumber gambar: www.nyoooz.com)