Home BERITA Pokoke Ora Didol: Pameran Seni Sebagai Bentuk Perlawanan

Pokoke Ora Didol: Pameran Seni Sebagai Bentuk Perlawanan

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Masyarakat Desa Wadas beserta kawan-kawan solidaritas untuk Wadas menggelar pameran seni dan panggung rakyat dengan tajuk “Pokoke Ora Didol” di pekarangan Kopi Relasi, Purworejo, Jumat sore (01/03). Terdapat berbagai karya seni, mulai mural, lukisan, serta spanduk perlawanan dipajang dengan menggunakan seutas tali. Acara ini ditujukan sebagai bentuk perlawanan dan simbol keteguhan untuk menolak kehadiran tambang di tanah kelahiran mereka.

Bayu Setyawan, salah satu penyelenggara menjelaskan acara yang dilangsungkan merupakan sebuah aksi solidaritas serta memupuk kesadaran bersama agar turut membantu Wadas melawan tambang.

“Kasus yang kini menimpa Wadas merupakan sesuatu yang harus dilawan. Semua orang harus menyadari bahwa perjuangan mereka atas ruang hidup adalah sesuatu yang harus didukung,” ujar Bayu dalam wawancara.

Hampir semua karya yang dipajang merupakan hasil lukisan dari anak-anak Wadas dan tidak ada intervensi dari pihak lain. Nurkholis dan Anton, Kontributor dalam acara,  memberitahu bahwa anak-anak Wadas menggambar apa yang hadir di benak mereka lalu dituangkan ke dalam media lukis. Terlihat dari beberapa judul karya yang ada, seperti: Wadas Lestari, Tolak Tambang; Wadas Waras, Tidak Boleh  Dirusak; dan Jogo Alam Iku Wajib Hukume.

“Kita enggak mengarahkan, kita hanya bertanya mau gambar apa. Nah, ternyata apa yang mereka tuang lewat kuas itu merupakan permasalahan ruang hidup yang dialami mereka sekarang: konflik, perampasan tanah, dan tindakan represif para aparat,” tegas Anton saat diwawancarai.

Anton juga mengungkapkan bahwa anak-anak Wadas sendiri sudah sejak lama menekuni dunia lukis, sehingga dalam proses penyelenggaraanya, tidak ada kendala berarti.

“Sebetulnya kami dengan anak-anak di sini (Wadas) sudah lama menggambar bersama. Jadi pengumpulan karya untuk acara ini hanya diperlukan seminggu. Kita ambil gambaran anak-anak yang banyak ditempel di pohon dan di tembok, dan bagi yang mau gambar lagi kita ambil juga,” jelas Anton.

Bayu menuturkan kepada ARENA pentingnya membangun kesadaran kolektif dan menciptakan persatuan lewat acara ini. “Sebab bukan hal yang mustahil, hari ini Wadas dan besok mungkin tempat kita yang akan terancam. Maka menjadi penting untuk membangun kesadaran massa dan membangun persatuan,” imbuhnya.

Acara pameran yang tajuknya berarti “Pokoknya Enggak Dijual” ini juga diisi oleh gigs dan stan tempat menjajakan hasil bumi Wadas semisal kopi, kaus, bordir, dan zine yang hasil penjualannya diperuntukkan untuk kepentingan Wadas.

Acara dibuka pukul 15.00 dengan yel-yel dan nyanyian dari anak-anak Wadas dan ditutup dengan penampilan berbagai band metal hardcore, solois, juga penyair. Beberapa di antaranya seperti Rebellion Rose, Farid Merah, hingga Saut Situmorang.

Reporter Selo Rasyd Suyudi (Magang) dan Ilham Dwi Rahman (Magang) | Redaktur Fatan Asshidqi