Home BERITA Pentas Tadarus Puisi Qaf, Ajang Refleksi Kesadaran Diri

Pentas Tadarus Puisi Qaf, Ajang Refleksi Kesadaran Diri

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

“….kini tutuplah matamu, tutuplah, dan terus berjalan. Berjalanlah. Berjalanlah!” Pekik narator saat berada dalam tudung putih besar yang berada di tengah panggung. 

Lpmarena.com–Demikian salah satu segmen Tadarus Puisi XXIII dari Teater Eska pada Sabtu malam (17/04). Pentas rutin saban Ramadan ini digelar di Gelanggang Teater Eska UIN Sunan Kalijaga dengan judul Qaf, adaptasi dari Hikayat Mistik Akal Merah karya Suhrawardi Al-Maqtul.

Qaf mengisahkan seseorang yang telah mencapai idrak atau kesadaran diri yang disebut sebagai Peretas. Qaf sarat akan nilai-nilai surealisme. Dalam sinopsisnya, Qaf menerangkan kesadaran diri sebagai manifestasi wujud dari ‘cahayanya cahaya’. 

Tokoh tiga avatar.
Tokoh tiga avatar dalam pentas Qaf. (foto: A. Dimas Rizaldi)

Selain Peretas yang berdiri di atas menara, ada juga tiga tokoh yang memerankan avatar. Mereka digambarkan sebagai manusia yang masih dalam proses pencarian menuju cahaya. Ada pula sembilan pasukan avatar lain yang ditafsirkan sebagai belenggu serta emosi manusia.

Khuluq, selaku sutradara mengatakan lakon yang ada menjadi perumpamaan bagaimana manusia menjalani kehidupan. Upaya tokoh Peretas untuk sampai pada kesadaran diri telah ditempuh melalui perjalanan ke berbagai tempat hingga melihat tujuh keajaiban, yaitu Gunung Qaf, mutiara yang bersinar meski gelap malam, Pohon Tuba, 12 Bengkel, Surat Daud, Pedang Blarak, dan terakhir mata air kehidupan. 

“Semuanya adalah simbol perjalanan individu dalam mengarungi realitas kehidupan, dialah yang telah mencapai semuanya,” kata Khuluq dalam acara sarasehan selepas pentas. 

Khuluq menambahkan, ketika seseorang telah mampu menemui hakikat diri, maka ia akan mengenal penciptanya. Sebagaimana yang telah dicapai Peretas, yang digambarkan berdiri di atas menara dan memberi arahan pada avatar-avatar linglung yang mencari jalan menuju diri yang murni. 

Kesadaran itu akan hadir dalam jiwa manusia disaat tirai materi yang membelenggunya mampu dienyahkan. Ia akan memperoleh penerangan ketika dirinya telah melihat tanda. Tanda tersebut ada di dalam diri setiap manusia. “Kau tak dapat melihat sebuah tanda, padahal di sekelilingmu ada banyak sekali tanda.” Begitulah kata si Narator.

Dalam akhir pementasan, tiga avatar yang digambarkan bingung pun sudah terbebaskan. Hal tersebut diisyaratkan tepukan ke depan dan ke belakang, kemudian menjadi burung elang yang terbang dan merdeka jiwanya dari segala belenggu duniawi.

Oman Talang selaku pimpinan produksi mengatakan, Tadarus Puisi yang sudah digelar ini merupakan bagian dari rangkaian pentas lain, yakni bertajuk Metaevolusi. Setelah Pentas Qaf yang bertema idrak atau kesadaran diri ini, akan ada klimaks dengan pentas tentang kesadaran akan Tuhan. 

“Metaevolusi merupakan perjalanan spiritual menuju Tuhan. Dimana nanti di panggung akan ada simbol dari metaverse. Juga akan ada isu bagaimana tentang virtual reality saat ini,” tutur Oman saat ditemui ARENA usai acara.

Para tokoh dalam pementadan Qaf. (foto: A. Dimas Rizaldi)

Cenil dari Teater Didik, UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto, menafsirkan bahwa pementasan yang dihadirkan Eska malam itu menjadi sebuah tontonan yang tak hanya memukau, tapi juga membuat penonton bertanya lebih jauh hakikat diri sebenarnya.

“Pentas tadi menurutku, menjadi ajang refleksi kembali siapa diri kita sebenarnya,” kata Cenil.

Reporter Selo Rasyd Suyudi (magang) | Fotografer A. Dimas Rizaldi (magang) | Redaktur Dina Tri Wijayyanti