Home BERITA Mahasiswa Asing UIN Suka Keluhkan Pembelajaran yang Tak Efektif

Mahasiswa Asing UIN Suka Keluhkan Pembelajaran yang Tak Efektif

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Sejumlah mahasiswa asing UIN Sunan Kalijaga mengeluhkan pembelajaran yang dirasa kurang efektif. Berbagai kendala harus mereka alami di tengah-tengah perkuliahan daring, seperti perbedaan waktu, koneksi internet, hingga kendala bahasa. Sistem yang ada pun justru menyulitkan bagi mereka untuk memperoleh informasi dan beradaptasi.

Mereka telah menyampaikan kendala-kendala tersebut ke pihak kampus. Namun, belum ada tanggapan yang serius. Regulasi yang mengatur terkait pendampingan mahasiswa asing belum ada. Sejauh ini, pendampingan sepenuhnya dibebankan oleh dosen penasehat akademik (DPA) dan dosen pengampu mata kuliah terkait. 

Ali–bukan nama sebenarnya–salah satu mahasiswa asing penerima beasiswa pembiayaan penuh Sunan Kalijaga Global Scholarship, mengaku tidak mendapat respons dari International Office (IO). Padahal ia telah beberapa kali mengirim email ke lembaga yang secara khusus menangani kerjasama internasional tersebut. Tetapi sampai tulisan ini dibuat ia belum mendapat balasan dan kejelasan terkait kendala yang ia alami.

“Saya telah mengirim email ke kantor internasional tentang kondisi saya, tetapi tetap saja, saya belum menerima tanggapan atau balasan dari mereka,” ujar Ali saat diwawancarai ARENA via Whatsapp (23/03). 

Mahasiswa asing di UIN diterima melalui program beasiswa Sunan Kalijaga Global Scholarship. Program tersebut pertama kali dibuka tahun lalu untuk mahasiswa dari seluruh dunia, baik sarjana maupun pascasarjana. Adapun beasiswa yang diberikan ialah fully funded meliputi biaya kuliah dan tunjangan hidup selama di Indonesia dan partially funded meliputi biaya kuliah selama empat tahun bagi sarjana dan dua tahun pascasarjana. Hingga kini uang tunjangan itu belum diberikan.

Ali pun mengeluh sulit mengikuti pembelajaran di kelas karena materi yang disampaikan oleh dosen masih menggunakan Bahasa Indonesia. Sedangkan tingkat pemahaman bahasanya masih kurang. Pelatihan Bahasa Indonesia yang diberikan pada mahasiswa asing juga dinilai belum cukup efektif, karena dilakukan berbarengan dengan jadwal awal perkuliahan. 

Senasib dengan Ali, Kassama, salah satu mahasiswa asing penerima beasiswa fully funded, menuturkan bahwa pihak UIN menjanjikan akan memberikan fasilitas belajar terbaik. Namun, ia belum benar-benar dapat merasa fasilitas itu. 

Kendala bahasa dan penerimaan pembelajaran otomatis berimbas pada nilai Indeks Prestasi (IP) yang diperoleh Kassama. Pada semester pertama nilai IP yang ia dapatkan 1,54, yang artinya tidak memenuhi standar minimum.  

Ia menyayangkan pihak kampus yang seolah tidak memperdulikan kendalanya tersebut dan menuntut pihak kampus untuk memberikan solusi. 

“Bagaimana kau bisa mengikuti ujian, sedangkan materi yang disampaikan oleh dosen tidak bisa kau pahami,” ujarnya saat diwawancarai ARENA via Whatsapp (28/03). 

Dwi Marlina Wijayanti, selaku DPA  Kassama mengatakan bahwa Kassama tidak mengulang secara keseluruhan satu semester. 

“Kebetulan yang tidak lulus ada empat mata kuliah, jadi yang diulang hanya empat mata kuliah tersebut,” ujar Dwi Marlina, saat dihubungi via Whatsapp (01/04). 

Dwi Marlina menambahkan, bahwa ada pendampingan yang dilakukan oleh pihak program studi, yaitu dengan menunjuk tiga mahasiswa Indonesia untuk membantu mempermudah memahami materi perkuliahan dan evaluasi setiap akhir semester. Namun langkah pendampingan yang diberikan oleh pihak program studi tersebut belum cukup membantu.

Jimoh Ridwan, salah satu mahasiswa asing asal Nigeria yang juga memperoleh nilai IP tidak memenuhi standar minimum, yakni 1,83. Ia mengatakan salah satu kendala yang ia alami adalah paket data internet yang terbatas. Kelas daring cukup membebani Ridwan, sebab ia harus mengeluarkan uang lebih untuk dapat membeli paket data internet. Tidak ada subsidi dalam bentuk apapun dari kampus.

“Di sini paket data internet terlalu mahal, bahkan terkadang aku tidak mengikuti kelas karena kehabisan paket data internet,” ujar Ridwan (28/03).

M. Rizal Qosim, DPA Ridwan yang juga menjabat sebagai Kaprodi Hukum Tata Negara (HTN) mengatakan, sistem pembelajaran yang diterapkan pada mahasiswa asing secara keseluruhan tidak dibedakan. 

“Tidak ada perlakuan khusus, kecuali kebijakan khusus dari pusat. Selama kebijakan itu tidak ada, kita hanya bisa menerapkan sistem yang sudah ada,” kata M. Rizal Qosim, saat diwawancarai ARENA (01/04).

Sejauh ini, mereka hanya perlu informasi dan kepastian. Mereka pun berharap pihak UIN segera memberikan izin untuk datang ke Indonesia, agar dapat mengikuti perkuliahan secara luring.

“Aku berharap pihak universitas dapat memperbolehkan kami untuk datang langsung ke Indonesia, semuanya akan jauh lebih mudah menurutku,” pungkas Ridwan (28/03).

Reporter Yudhistira Wahyu Pradana, Sabrina Zulfiana Rahma (magang) | Ilustrator Nabil Ghazy (magang) | Redaktur Dina Tri Wijayanti