Home BERITA Pameran Seni FKY “Merekah Ruah” Gambarkan Persoalan Air di Jogja

Pameran Seni FKY “Merekah Ruah” Gambarkan Persoalan Air di Jogja

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com– Festival Kebudayan Yogyakarta (FKY) tahun ini menggelar pameran seni “Merekah Ruah” yang mengangkat tema pengelolaan air dan tanah. Bunyi, selaku kordinator pameran mengungkapkan bahwa visi pencatatan terkait praktik kebudayaan warga sudah mulai digarap sejak tahun lalu. Rangkaian acara ini salah satunya mengusung persoalan lingkungan.

Pameran seni rupa yang digelar sembilan hari sejak 12 September 2022 itu melibatkan karya berbagai seniman yang berdomisili di Yogyakarta. Ekshibisi ini sekaligus merupakan bentuk representasi dari polemik air dan tanah wilayah Jogja dan sekitarnya.

“FKY ini ingin menampilkan masalah krisis iklim yang ada dengan bentuk catatan kebudayaan dari masing-masing pelaku budaya,” ujar Bunyi saat ditemui di Ruang Cenderawasih, Teras Malioboro 1.

Seperti halnya karya Rizqi Maulana yang berbentuk tujuh kendi bertema “Mantra-Mantra yang Mengalir”. Karya ini merepresentasikan bahwa legenda dan mitos selalu hadir dan berdampingan dalam jejak kehidupan masyarakat melalui beraneka wujud. Legenda dan mitos ini erat kaitannya dengan air. Karya ini berangkat dari kisah Garudeya yang berkelana untuk mendapatkan tirta amerta (air keabadian) untuk diberikan kepada ibunya.

Narasi utamanya ialah tentang peran air sebagai alternatif pengetahuan. Pengetahuan soal air inilah yang kemudian bentuk pembebasan atas perbudakan, kelemahan, rasa sakit, kefanaan, menuju kondisi yang bahagia, bebas, damai, dan kekal abadi.

Selain itu terdapat karya lukisan 2 naga yang merekam pengalaman mistis Mbah Marno, seorang juru kunci dari sendang Telaga Saga di Kelurahan Kemiri, Kapanewon Tanjungsari Gunungkidul. Bermula pada tahun 2000, pemerintah melakukan revitalisasi telaga dengan mengeruk dasarnya serta merobohkan beberapa pohon. Sisi kiri kanan pun dibangun beton sehingga mengering saat musim kemarau. Imbasnya pada kerusakan alam.

Tiga tahun berselang, ketika mencari rumput di sekitar telaga, Mbah Marno mendengar suara berisik dari sisi barat telaga. Menurut penuturannya, ada dua naga berwarna hijau yang memakai mahkota merah di tengah Telaga Saga. Peristiwa inilah yang kemudian divisualisasikan melalui sebuah lukisan berjudul “Marno Siman”.

7 buah Kendi karya Rizqi Maulana (Foto: Ahmad Zubaidi)
Lukisan 2 Naga “Marno Siman” (Foto: Ahmad Zubaidi)

Bunyi menyampaikan bahwa setiap karya rupa yang dipajang didominasi oleh pengalaman personal penciptanya. Tidak hanya itu, beberapa karya rupa juga dibuat sebagai kritik terhadap pemerintah. Seperti halnya lukisan makanan bergaya Mooi Indie yang secara tak langsung ingin mengkritisi pengelolaan pangan yang tak maksimal.

“Re-Plating Mooi Indie” salah satu lukisan yang dipajang di Pameran Seni FKY 2022. (Foto: Ahmad Zubaidi)

“Namun kenapa kita masih melakukan aktivitas impor pangan dari luar?” katanya.

Menurutnya, karya-karya tersebut dianggap mampu mevisualisasikan kondisi alam yang ada, baik oleh pelaku budaya yang berdomisili di wilayah Yogyakarta atau dari luar.

Isdar, salah satu pengunjung pameran mengaku tertarik untuk berkunjung selain karena gratis, juga ingin melihat fragmen masa lalu dalam bentuk karya rupa.

“Ada yang cocok dengan pengalaman saya, seperti ada desa dibangun menjadi kota, desanya jadi banjir, terus akhirnya desa itu mengalami kekeringan, dan masyarakatnya semakin sengsara,” kata Isdar saat diwawancarai ARENA. (21/09)

Ia berharap supaya generasi berikutnya dapat mempertahankan budaya yang ada di negeri ini melalui pelestarian tradisi.

Bunyi pun berharap agar apa yang sekarang terekam oleh pelaku budaya melalui karyanya dapat sampai pada publik. Sehingga timbul kesadaran bahwa karya tersebut merupakan representasi nyata atas apa yang terjadi sekarang.

Selain pameran seni, ada berbagai kegiatan yang dilakukan dengan memakai konsep pencatatan kebudayaan dari masyarakat lokal, seperti pertunjukan teater, tari dan diskusi.

Reporter Ahmad Zubaidi | Redaktur Dina Tri Wijayanti