Home BERITA Mempertanyakan Kesiapan Kampus: Ragam Kendala Mahasiswa Inbound Program Merdeka Belajar di UIN Suka

Mempertanyakan Kesiapan Kampus: Ragam Kendala Mahasiswa Inbound Program Merdeka Belajar di UIN Suka

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Tahun 2020 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Nadiem Makarim memandatkan semua universitas menyukseskan program ini, sehingga banyak perguruan tinggi menjalin kerja sama, tak terkecuali UIN Sunan Kalijaga.

Pertukaran mahasiswa merupakan salah satu dari delapan program MBKM yang mulai dijalankan kampus UIN. Selain pertukaran mahasiswa, terdapat tujuh program lainnya yakni magang, mengajar di satuan pendidikan, penelitian, proyek kemanusiaan, wirausaha, studi independen dan membangun desa.  Menurut M. Fakhri Husain, Ketua Lembaga Penjaminan Mutu, MBKM di UIN Sunan Kalijaga baru akan dimulai pada semester gasal tahun ini dan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa minimal semester 5, pelaksanaannya penuh secara daring.

Namun, dalam praktiknya program ini sudah diimplementasikan lebih dulu dengan istilah yang berbeda dan dicanangkan secara resmi. Tak sedikit kendala yang dialami. ARENA mewawancarai Dekan Fakultas Saintek dan Kaprodi Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS). Keduanya menjadi program studi yang telah menyelenggarakan program pertukaran mahasiswa antar kampus. Fakultas Saintek menamai program yang berjalan sejak 2021 tersebut dengan “Semi MBKM”. Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) lebih awal lagi yakni pada 2019, dengan nama program Transfer Kredit Akademik.

“Kami (red: Saintek) adalah fakultas umum yang berada di bawah Dikti, sehingga harus melakukan aturan yang ada di Kemendikbud, meskipun di UIN belum dilakukan. Ini dilakukan untuk mengejar akreditasi yang berbeda dengan program studi agama,” jelas Khurul Wardati, Dekan Saintek, saat diwawancarai ARENA (04/08).

Realitanya tak semua mahasiswa yang mengikuti program mirip MBKM ini mendapatkan keseluruhan benefit seperti yang ditawarkan. Sejak awal, mahasiswa memiliki ekspektasi mendapat suasana pembelajaran yang baru, teman baru serta pengalaman yang berkesan. Beberapa kendala dijumpai, lebih-lebih program ini dilaksanakan ketika perkuliahan sepenuhnya daring.

Keketidaksiapan dalam Pelayanan Administrasi

Setiap mahasiswa berhak memperoleh pelayanan di bidang akademik, administrasi, kemahasiswaan dan kerja sama. Hak ini termaktub dalam pedoman akademik tahun 2018. Mahasiswa yang dimaksud pun termasuk mahasiswa yang mengikuti pertukaran pelajar dan berasal dari luar.

Mahasiswa luar memiliki hak layanan yang sama. Ketika awal masuk, ia akan memperoleh akses email dengan domain perguruan tinggi yang nantinya dapat digunakan untuk mengakses materi dan referensi di perpustakaan, mengirim tugas, dan beragam administrasi lain. Namun, faktanya, akses tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa yang menjalani pertukaran pelajar di UIN. Informasi terkait tugas maupun materi yang menjadi hal penting bagi mahasiwa tidak tersampaikan dan menghambat perkuliahan mahasiswa inbound tersebut.

“Kita memang dikasih NIM terus ada passwordnya gitu. Tapi ketika saya buka akun web belajar daring UIN munculnya putih-putih saja dan kosong tidak tidak ada keterangan apa pun. Entah dari tugas atau materi. Biasanya kalau kita udah dapet NIM pasti ada email mahasiswa yang memberitahukan, nah waktu itu saya tidak ada email masuk terkait pemberitahuan tugas,” kisah Dimas pada ARENA—bukan nama sebenarnya—salah satu mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang mengikuti program Semi MBKM Saintek (07/07).

Dimas juga mengatakan, akses pembelajaran secara daring baru didapat pada bulan Desember saat mendekati UAS. Padahal, mahasiswa baru UIN telah mendapat akses email sejak September. Artinya, ia dan mahasiswa inbound tak dapat mengakses website selama tiga bulan.

Hal ini tidak sesuai dengan proses pembelajaran akademik yang telah diatur dalam Panduan Operasional Baku (POB) pertukaran Mahasiswa Merdeka. Di sana tertulis bahwa peserta program pertukaran mahasiswa diperlakukan sama dengan mahasiswa perguruan tinggi penerima dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan akademik.

Sumber informasi selain situs belajar daring adalah grup WhatsApp kelas. Namun, di sana tak selalu interaktif. Beberapa grup kelas cenderung pasif dan hanya membagikan tautan Zoom tanpa adanya detail informasi tugas. Grup kelas seperti inilah yang didapati Dimas.

Minimnya informasi yang didapat mahasiswa menghambat proses pembelajaran. Keterlambatan mengumpulkan tugas, hingga beberapa kali ditegur oleh dosen menjadi konsekuensi yang ditanggung sebagai imbas ketidaksiapan UIN dalam pelayanan akademik mahasiswa inbound.

ARENA menanyakan permasalahn ini kepada Kasubag Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Saintek Erie Susanthy. Keluhan ini pun dibenarkan oleh layanan akademik Saintek, bahwa di awal mereka terkendala sistem.

“Tapi sekarang insyaallah sudah diperbaiki. Proses untuk memasukkan status mahasiswa inbound membutuhkan proses yang lama, jadi awal MBKM memang terkendala. Tapi untuk semester genap, bulan Januari lalu sudah berjalan dengan baik,” konfirmasi Erie (08/08).

Walaupun sudah diperbaiki, permasalahan administrasi tersebut menurut Dimas dirasa mengecewakan. Selama satu semester kuliah di UIN ia merasa dirugikan, tak ada kejelasan di awal soal mekanisme pembelajaran yang akan ia jalani.

“Seharusnya kalau UIN mau buka program seperti ini ya diselesaikan dulu, jangan asal menerima mahasiswa kalau belum siap,” sesalnya.

Pembelajaran yang Kurang Efektif

Proses pembelajaran pun tak lepas dari masalah. Pada awal pembukaan, program Semi MBKM Saintek dilakukan secara daring. Tidak banyak yang dapat diharapkan dari perkuliahan daring. Satu-satunya yang diharapkan mahasiswa peserta program ini hanyalah keseriusan UIN.

Abdul Wachid, mahasiswa program studi Biologi Universitas Islam Malang yang mengikuti program Semi MBKM Saintek juga mengeluhkan sistem pembelajaran dalam kelasnya. Dalam satu mata kuliah praktik Kultur Jaringan justru materi lebih banyak disampaikan melalui Zoom. Padahal, perkuliahan saat itu adalah hybrid. Daring untuk Wachid dan luring untuk mahasiswa UIN. Penyampaian dan penerimaan materi antara mahasiswa inbound dengan mahasiswa UIN jelas timpang. Wachid hanya bisa bergantung pada video dan buku panduan yang tak cukup menjelaskan keselurahan materi, berbeda dengan mahasiswa UIN yang dapat datang dan mempraktikkan langsung materi perkuliahan.

Gap yang ada membuat mahasiswa MBKM merasa kecewa dengan sistem yang diterapkan di UIN. Pembelajaran secara daring dapat bersifat cair dan terkesan menyenangkan apabila ada interaksi antara dosen dan mahasiswa. Menurutnya interaksi yang aktif menghasilkan ruang pembelajaran yang nyaman bagi mahasiswa.

Sayangnya tak semua kelas interaktif. Wachid dan Dimas menyampaikan pembelajaran daring di UIN cenderung monoton. Hal ini diperparah dengan kehadiran dosen. Mereka mengeluh kurang bisa menyesuaikan ketika perkuliahan daring. Seringkali mereka kebingungan, sebab kelas hanya sebatas presentasi kelompok dan setelahnya dosen tak hadir.

Tujuan diadakannya MBKM ialah agar perguruan tingi dapat memberi peluang kepada mahasiswa untuk menggali dan mengembangkan potensinya secara luas. Ini dicapai dengan kegiatan pembelajaran yang inovatif, menggunakan teknologi informasi dan kemajuan teknologi lainnya. Terdapat banyak fitur yang dapat digunakan untuk Pembelajaran Jarak Jauh selain sekadar share screen presentasi atau ceramah dari dosen.

Bentuk pembelajaran yang inovatif dan interaktif tentu bertumpu dengan kreativitas tenaga pendidik.  Dosen berperan dalam membentuk model perkuliahan di kelas. Dosen yang tak hanya memiliki peran sebagai pengajar, tetapi juga fasilitator perlu dipertanyakan kembali. Dalam banyak kesempatan, mahasiswa inbound acapkali menjumpai ketidakhadiran dosen tanpa keterangan. Hadir pun saat memberi tugas ujian atau sekedar ceramah singkat.

Jika mengacu pada ketentuan umum dan persyaratan bagi dosen pengampu mata kuliah dalam POB, dosen ditugaskan oleh perguruan tinggi untuk menyampaikan materi perkuliahan sesuai dengan kompetensi. Dosen juga dianjurkan untuk membuat dokumentasi pelaksanaan perkuliahan, hal ini sebagai bentuk akuntabilitas dan testeminoni program pertukaran mahasiswa. Bagaimana seorang dosen dapat membuat testimoni bagi mahasiswa lainnya jika jarang hadir di kelas?

Dalam hal ini terdapat perbedaan orientasi dari diusungnya MBKM di UIN. Kampus menilai tujuan untuk belajar di luar prodinya adalah konversi ke dalam Satuan Kredit Semester yang diambil. Demikian penjelasan dari Dekan Saintek.

Namun, hal ini tak sesuai dengan apa yang diharapkan mahasiswa yang mendaftar program tersebut. Mahasiswa mengharap adanya kolaborasi dalam sistem pembelajaran, sehingga terjadi pertukaran ilmu.

“Misalkan, materi di UNS dan UIN digabungkan, saling bertukar ilmu. Karena kalau di UNS langsung di bedah satu buku dan praktik sekaligus, sedangkan di UIN itu hanya pengantar. Ada keinginan untuk bertukar ilmu dengan mahasiswa UIN,” kata Dimas.

Konsep merdeka dalam benak Wachid yakni model pembelajaran di kelas yang lebih hidup.  Pun tugas-tugas kuliah mestinya berbentuk kelompok yang terdiri dari mahasiswa UIN dan mahasiswa inbound, agar terdapat perpaduan serta kolaborasi.

Harapan Wachid tersebut selaras dengan tujuan diadakannya program pertukaran mahasiswa. Dalam POB salah satu tujuannya yaitu untuk meningkatkan wawasan, solidaritas antar mahasiswa se-Indonesia. Dalam pembelajaran daring memang sukar untuk menerapkan hal tersebut, tetapi menurutnya hal ini bukan penghalang untuk saling bertukar ide gagasan. Wachid berpendapat, misalnya, memadukan mahasiswa dalam satu proyek kelompok. Ini dapat mempererat hubungan mahasiswa di tengah perkuliahan daring.

Walaupun program pertukaran pelajar di UIN diadakan sepenuhnya daring, mahasiswa berharap adanya kunjungan sesekali diadakan di UIN Sunan Kalijaga. Hal ini disampaikan Isnaini Devi, mahasiswa UIN Walisongo. Meskipun kampus asalnya di Semarang, tak masalah baginya untuk menjangkau transportasi umum ke Jogja.  Begitu halnya Dimas yang berada di Solo.

“Memang kalau MBKM cuma satu mata kuliah dan harus bolak-balik Semarang-Jogja pasti akan berat dan tidak mungkin juga rasanya, tapi saya berharapnya ada kunjungan walaupun cuman sekali ke Jogja. Untuk lihat kampusnya, ketemu sama temen-temen kelas,” harap Devi.

Konsep merdeka yang dibayangkan adalah dapat mengeksplor hiruk pikuk di Kampus UIN. Bukan hanya pertukaran materi dalam kelas saja, tapi dapat bertukar pengalaman seperti kegiatan organisasi, program di tiap fakultas atau prodi dan lain-lain.  

Harapan mahasiswa inbound di UIN Sunan Kalijaga tersebut semestinya dapat terwujud jika diakomodasi oleh kampus. Layaknya pengalaman mahasiswa IKS yang mengikuti program Transfer Kredit Akademik tahun 2020 lalu secara luring di Universitas Pasundan.

Muhammad Bestari, salah satu mahasiswa yang mengikuti program ini menceritakan ada banyak benefit yang didapat dari program ini. Ia dapat mengikuti kegiatan kampus lain seperti pemilihan ormawa, kegiatan lomba, hingga membangun desa bersama himpunan prodi IKS Universitas Pasundan. Di sana ia mendapat akomodasi untuk bisa membangun relasi dengan mahasiswa dan dosen. Meskipun adaptasi budaya, bahasa dan dinamika di kampus baru menjadi tantangan tersendiri.

“Ongkos berangkat ke Pasundan itu dari kita sendiri, untuk tempat tinggal putri disediakan asrama, sedangkan saya ngekos di dekat kampus. Untuk harga makanan, ya sedikit lebih mahal jika dibandingkan di Jogja,” ujar Bestari.

Salah satu hal yang diberatkan ketika perkuliahan di sana adalah label dirinya sebagai mahasiswa UIN yang oleh dosen sering ditunjuk untuk mengaitkan materi dengan dalil agama. Padahal, kata Bestari, tidak semua orang memiliki kemampuan dan pengetahuan keislaman yang sama.

Pengalaman Bestari justru berbanding terbalik dengan pengalaman mahasiswa luar yang menjalani program pertukaran di UIN yang terkesan sebatas percobaan. Benefit yang didapat Bestari, tak didapat mahasiswa inbound UIN yang masih menjalankan programnya secara hybrid.

“Jadi mahasiswa kita yang offline, yang luar online. Mahasiswa yang luar itu kan udah dapat akses untuk kuliah daring. Untuk penugasan kan semuanya daring, jadi sama-sama dapat mengerjakan. Kuliah tatap mukanya sama-sama di kelas tapi dengan Zoom,” papar Khurul Wardati.

Reporter Maria al-Zahra | Redaktur Dina Tri Wijayanti | Ilustrator Surya Puja Kelana