Home LIPUTAN KHUSUS Siapkan Visitasi Akreditasi, UIN Jadikan Kuliah Daring Jalan Pintas

Siapkan Visitasi Akreditasi, UIN Jadikan Kuliah Daring Jalan Pintas

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.comUIN Sunan Kalijaga kembali mengeluarkan kebijakan pembelajaran secara daring, yang dilaksanakan pada 10-27 Oktober 2022. Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran (SE) Nomor 192 Tahun 2022. Dalam surat tersebut, UIN memberlakukan perkuliahan secara daring karena akan melaksanakan asesmen Asean University Network-Quality Assurance (AUN-QA) untuk dua prodi dan akreditasi Foundation for International Business Administration Accreditation (FIBAA) untuk 18 prodi.

Pagi itu berbeda dari biasanya. Muti’ah mahasiswi prodi Pendidikan Kimia semester tiga yang biasanya sibuk bergegas pergi ke kampus, kini terlihat lebih santai. Abi (panggilan untuk ayahnya) terheran karena putrinya tidak bergegas bangun, seperti hari-hari sebelumnya.

Muti’ah menceritakan ulang bagaimana tanggapan ayahnya ketika mendengar kabar bahwa perkuliahan dialihkan menjadi daring. Ayahnya menyayangkan alasan kuliah diubah menjadi daring selama dua minggu. Sejalan dengan ayahnya, Muti’ah juga berpendapat bahwa tidak seharusnya UIN mengalihkan perkuliahan ke daring ketika akreditasi, karena tidak terlihat bagaimana proses pembelajaran di UIN biasanya berjalan.  

Iswandi Syahputra, Wakil Rektor (WR) 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan,  menjelaskan pengadaan kuliah daring mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 01/KB/2020 tanggal 15 Juni 2020, tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021. Menurutnya, peraturan terkait kuliah daring ini tetap berlanjut dan belum dicabut sejak pandemi, sehingga memungkinkan adanya kolaborasi antara kuliah luring dan daring.

“Kampus berkewajiban untuk kuliah hybrid 50-50, tapi karena di awal kami melihat mahasiswa dalam euforia senang perkuliahan luring maka kita potong jadi 30/40 saja. Nah, hybrid itu kita gunakan untuk masa assessment lapangan FIBAA. Maka jangan kaget atau heran, karena itu sudah ada kebijakan dari kementerian,” jelas Iswandi.

Bagaimana tanggapan mahasiswa terkait kuliah daring?

Ketika pertama kali ARENA menemui Muti’ah di Gedung Student Center (SC), ia berjalan terhuyung-huyung selepas menyimak kuliah daring melalui Zoom (10/10). Saat pertama membaca SE mengenai pengalihan perkuliahan ke daring, ia terkejut dengan kabar tersebut. Pasalnya, ia selama setahun sebelumnya telah melaksanakan kuliah secara daring.

“Ngapain kok online lagi? Kita baru aja membangun kebiasaan baru, kok diginiin (daring) lagi?” ungkap Muti’ah.

Menurutnya, jurusan yang ia ambil tergolong ilmu eksak, sehingga memahami materi Ilmu Kimia dengan pembelajaran daring sangatlah sulit dan menjemukan. Terlebih ketika tidak memahami materi, suara dosen yang kecil, ditambah dengan hawa pada siang hari yang membuat kepala dilanda rasa kantuk.

Oret-oretan dan gambaran dosen ketika menerangkan materi secara online, juga terkadang sulit dipahami. Pasalnya tidak semua dosen memiliki alat ajar yang memadai untuk menunjang pembelajaran daring. Misalnya saja stylush pen yang memudahkan ketika ingin menggambarkan sesuatu di gadget, beberapa dosen masih ada yang hanya secara manual menggunakan Ms Word dan mouse biasa.

Kondisi yang serupa juga dirasakan oleh Robiul, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) semester tiga. Ia berpendapat bahwa kuliah daring itu tidak seperti kuliah, tidak ada bedanya dengan menonton video dosen yang sedang memberikan ceramah kuliah. Apabila kehadiran pada kuliah daring itu dianggap dengan on camera (on cam) nya mahasiswa, akan tetapi kenyataanya yang lebih sering on cam  itu hanya dosennya saja.

“Ini kok perasaan kok gak kuliah, cuma mendengarkan video dosen, gak ada bedanya,” ungkap Robiul saat diwawancari ARENA via Google Meet (19/10).

Robiul merasa bahwa perkuliahan daring berjalan tidak terlalu komunikatif dibanding ketika tatap muka di kelas. Diskusi-diskusi dirasa lebih hidup ketika kuliah luring. Karena saat diskusi secara langsung, mahasiswa bisa menyuarakan apa yang sudah mereka persiapkan sebelumnya, bukan dari apa yang mereka cari di google seperti kecenderungan saat kuliah online.

Ia juga merasa dilema dengan kuliah daring ini, pasalnya apabila mengikuti kebijakan kampus kuliah daring hanya berlangsung selama 60 menit, durasi tersebut dirasa kurang mencukupi. Akan tetapi, apabila perkuliahan berlangsung sesuai dengan tuntutan Satuan Kredit Semester (SKS), perkuliahan dirasa terlalu padat, terlebih untuk mata kuliah dengan muatan 3 SKS.

“Nek daring, cuma dari dosen gitu tok, teacher center  banget, kan,” ujar Robiul.

Dilema lain ia rasakan adalah ketika ada  beberapa dosen yang melangsungkan perkuliahan sekedar melalui grup WhatsApp (WA). Menurutnya kalau sekedar diskusi dari grup WA tidak harus menunggu sesuai dengan jadwal, kapanpun bisa.

“Kalau cuma grup WA, apakah bisa dikatakan dengan kegiatan perkuliahan?” tanya Robi’ul.

Bagaimana respon kampus menanggapi keluhan mahasiswa?

Apabila mengacu pada surat edaran yang dibagikan, tertulis alasan diadakan kuliah daring untuk  menyediakan jaringan internet yang stabil dan lahan parkir yang tertib dan rapi. Dua Permasalahan ini diakui oleh Iswandi cukup menganggu dan membuat riskan jika ditinjau oleh Tim Assesor.

Padahal, permasalahan tersebut memang sudah menjadi keluhan mahasiswa sehari-hari : internet yang lambat, tempat parkir yang penuh, pun tidak mencukupi kuota mahasiswa, dan ditambah dengan pembangunan gedung baru. 

 “Jadi semuanya harus berpartisipasi tanpa harus ada yang dirugikan. Kalau semisal ada yang dirugikan, itu kerelaan sajalah,” ujar Iswandi terkait keluhan mahasiswa yang menyayangkan kebijakan daring.

Namun, dalam kebijakan kuliah daring selama  dua minggu, mahasiswa tidak mendapat bantuan kuota dari pihak kampus. Kendati anggaran untuk sertifikasi dan akreditasi sudah dianggarkan setahun sebelumnya. Hal ini ditanyakan kepada WR 2 Bidang Admistrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Sahiron Syamsuddin. Ia menyanggah bahwa pemberian kuota selama daring bukanlah kewajiban, melainkan kebaikan dari kampus.

Menurutnya pemberian kuota harus ada dasarnya, seperti perintah dari Kementrian Agama saat pandemi. Ia juga menyempaikan bahwa Rencana Kerja dan Anggaran kementrian Lembaga (RKAKL) yang sudah dianggarkan membutuhkan waktu yang lama, apabila harus direvisi kembali.

Reporter Jihad Maura dan Maria Al-Zahra | Ilustrator Surya Puja Kelana | Redaktur Atikah Nurul Ummah