Home BERITA Diskusi Refleksi Konflik Agraria: Melawan dengan Solidaritas

Diskusi Refleksi Konflik Agraria: Melawan dengan Solidaritas

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.comDalam konflik agraria, solidaritas dapat menjadi alat perlawanan masyarakat terhadap perampas tanah. Hal itu disampaikan Wisnu dalam diskusi bertema Refleksi Konflik Agraria: Kita Hanya Menunggu Giliran, di Balakosa Space Coffe & Co, Sabtu (24/12).

Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian Event Abolish the Leviathan, yang bertujuan untuk membangun spirit serta merawat kesadaran kolektif akan bahaya perampasan ruang hidup  yang bisa datang kapan saja. Kesadaran tersebut diperlukan sebagai upaya membentuk solidaritas bersama.

Ada dua aspek penting dalam membentuk solidaritas, yaitu aspek moral dan politik. Kedua aspek tersebut dapat memperkuat serta mempertahankan solidaritas dalam jangka waktu yang panjang. Wisnu menerangkan pentingnya aspek politik untuk menumbuhkan rasa senasib satu sama lain.

“Solidaritas itu dikembangin biar enggak sebatas moral. Semisal, perampasan tanah. Itu, kan, sama-sama kehilangan aset,” paparnya.

Dia mencontohkan upaya yang dilakukan warga Watu Kodok saat menghadapi perampasan lahan di tempatnya. Taktik yang digunakan yaitu dengan membuat kegiatan belajar bersama. Sasarannya  adalah anak kecil. Kegiatan tersebut, menurut Wisnu, dapat menumbuhkan empati dalam diri orangtua maupun anak untuk kemudian ikut melawan. Selain itu, warga setempat juga bersatu dan berjejaring guna memperkuat solidaritas.

Kesolidan warga menjadi kunci utama saat menghadapi konflik agraria. “Jika rasa solidaritas dalam masyarakat tinggi, maka akan menciptakan kekuatan besar,” terang Wisnu.

Oleh karena itu, Wisnu mengajak solidaritas untuk memaksimalkan upaya non litigasi. Dia melanjutkan, bahwa kemenangan hasil gugatan tidak serta merta menyelesaikan konflik. Contohnya kasus Kendeng, warga yang menolak pembangunan pabrik semen menang gugatan. Akan tetapi, nyatanya, pembangunan pabrik semen tetap berjalan.

Kemudian Wisnu membandingkan dengan konflik pembangunan pabrik dan penambangan pasir di Kulon Progo. Warga yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo menolak rencana pembangunan tersebut dan kalah dalam gugatan. Namun, upaya non litigasi yang dilakukan warga berhasil menghentikan penambangan pasir.

Solidaritas pun pasti menemukan kerikil di perjalanannya. Untuk mencegah perpecahan dalam solidaritas, perlu adanya pemetaan aktor, yakni siapa saja yang terlibat. Wisnu memaparkan, problematika yang kerap kali muncul dalam solidaritas ialah terjadinya pengotakan kelompok yang lebih dulu menangani satu kasus. Akibatnya, kelompok lain tidak boleh ikut andil.

Reporter Elang Dwipa Mahardika | Redaktur Musyarrafah