Lpmarena.com-Ruang aman bagi perempuan di lingkungan kerja masih menjadi masalah krusial. Jaminan perlindungan hak pekerja perempuan inilah yang terus disuarakan, salah satunya lewat momen peringatan International Women Day di Titik 0 KM Malioboro pada Rabu (08/03).
Sejumlah massa aksi melakukan long march di sepanjang Jalan Malioboro. Mereka mengusung tema “Perempuan dan Rakyat Bersatu! Lawan Seksisme, Tolak KUHP dan Cipta Kerja”. Tuntutan ini untuk mendorong pemerintah menjamin penuh kesetaraan bagi perempuan, lebih-lebih di lingkungan kerja.
Mawar, salah satu massa aksi dari Serikat Pembebasan Perempuan, mengatakan pekerja perempuan masih sering mengalami kekerasan, baik fisik maupun psikis. Misalnya ketika mengalami kekerasan seksual oleh atasannya sendiri, mereka seringkali dibungkam dan justru diancam pemecatan. Menurut survey International Labour Organization (ILO) yang dirilis akhir 2022 lalu, 70% pekerja perempuan pernah mengalami pelecehan (seksual) dan kekerasan. Kasus seperti inilah yang kemudian menjadi urgensi masa mendesak pemerintah menindaklanjutinya.
“Pada Peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2019 cuti haid dan cuti melahirkan itu ada, tetapi tidak dijalankan dan diawasi,” keluh Mawar saat diwawancarai ARENA di tengah aksi.
Eksistensi perempuan sebagai pekerja penting untuk diakui. Seperti misalnya pekerja rumah tangga yang seringkali dianggap pembantu. Secara regulasi mereka tak terikat. Sehingga upah yang diberikan tak sebanding dengan beban dan jam kerja.
Mawar pun mengharapkan pemerintah memperhatikan kondisi dan hak perempuan supaya keselamatan dan keamanan mereka tetap terjamin. Menurut Mawar, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang spesifik dan rinci mengatur keselamatan dan keamanan perempuan di lingkungan kerja formal maupun informal. Selain itu Undang-Undang yang telah ada harus diterapkan dan dimplementasikan secara adil dan merata.
Selaras dengan itu, Kharisma Wardhatul Khusniah, salah satu massa aksi dari LBH Yogyakarta mengungkapkan perspektifnya dari sisi perlindungan hukum. Meski Kementerian BUMN telah mengeluarkan Peraturan Menteri untuk perlindungan terhadap pekerja perempuan, menurutnya hal itu belumm menyentuh seluruh ranah kerja. Pekerja pabrik hingga pekerja rumah tangga masih belum memiliki jaminan perlindungan hukum.
Tuntutan jaminan pekerja perempuan ini secara umum ada dalam Undang-Undang TPKS dan KUHP. Undang-Undang ini mengatur mengenai kekerasan seksual verbal, non-verbal, kekerasan fisik maupun pelecehan seksual. Namun menurutnya, peraturan tersebut belum spesifik sehingga masih diperlukan pengawasan.
“Belum sampai ada pengawasan dan perlindungan kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkungan kerja,” pungkasnya.
Dalam penghujung aksi, perwakilan aliansi IWD membacakan manifesto Hari Perempuan Internasional 2023. Di dalamnya, mereka juga menyuarakan 19 tuntutan yang disoroti sepanjang orasi.
“Selama perempuan, pejuang lingkungan, kaum minoritas, seluruh pejuang HAM tidak merdeka, maka seluruh manusia tidak akan merdeka! Kamu tidak sendiri, kami ada disini untuk kamu. Kita bersama. Kami ada, dan akan terus berlipat ganda,” bunyi paragraf penutup pernyataan sikap tersebut.
Reporter Hesti Rokhimah | Redaktur Dina Tri Wijayanti