Home BERITAKABAR KAMPUS Pentas “Jam Dinding Yang Berdetak”: Sekrup Kecil Krisis Ekonomi Berlatar Keluarga

Pentas “Jam Dinding Yang Berdetak”: Sekrup Kecil Krisis Ekonomi Berlatar Keluarga

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

“Memang, tak masuk akal kedengarannya dan betapa sakit bila kita rasakan, seakan-akan semua harapan telah menginjak habis harga diri. Tapi, satu hal yang harus kau tahu buat apa semuanya?”

Lpmarena.com-Teater Eska gelar Studi Pentas XXIII dengan judul “Jam Dinding Yang Berdetak” di Gelanggang Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (16/03). Studi pentas ini mengadopsi naskah karangan Nano Riantiarno yang dirilis tahun 1973 dengan judul yang sama. Naskah tersebut lalu diadopsi dan dibawa ke latar tahun 1998 di Kota Jakarta Utara, mengisahkan tentang krisis moneter yang saat itu tengah terjadi.

Krisis moneter yang melanda membuat banyak sektor carut-marut dan terkena imbasnya. Karya ini lalu mencoba mengangkat bagaimana sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anaknya turut terkena dampak dari krisis tersebut.

“Krisis moneter ini berbicara mengenai krisis ekonomi yang kompleks di suatu negara dalam situasi politik global. Tetapi di naskah ini menariknya mengangkat suatu persoalan global ke ranah yang intim seperti ranah keluarga,” jelas  Khuluq, sutradara studi pentas Teater Eska.

Jam Dinding Yang Berdetak mengisahkan tentang krisis moneter yang melanda suatu negara dan berdampak pada ekonomi masyarakat, seperti yang dialami oleh keluarga Thomas. Diceritakan, krisis moneter yang melanda membuat semuanya berubah. Thomas tokoh  ayah dalam cerita tersebut harus mengalami nasib pahit terkena PHK dari pekerjaannya.

Marrie istri Thomas harus bekerja menjadi buruh cuci harian, Magda putri Thomas dan Marrie harus putus kuliah lantaran terkendala biaya. Sementara Benny, harus keluar dari kuliahnya lantaran berdebat dengan dosennya dan berakhir dikeluarkan.

Tokoh Benny saat melukis (foto: Hesti Rokhimah)

Benny putus saat semester dua di Institute Teknologi Bandung, sebab ia beradu argumen dengan dosennya mengenai hasil lukisannya. Ia dikeluarkan dari kelas karena terus membantah.

“Benny merupakan anak yang pandai dan idealis, dia putus kuliah karena beradu argumen dengan dosennya tentang hasil lukisannya yang disebut rasisme, ” ujar Hasbi Hamizan, tokoh yang memerankan Benny saat diwawancarai ARENA usai pementasan.

Di tengah situasi krisis moneter ini membuat keluarganya penuh dengan konflik. Banyak terjadi perdebatan didalamnya. Namun masalah tersebut tidak menghalangi Magda dan Benny untuk tetap merayakan ulang tahun pernikahan orangtuanya yang ke dua puluh lima.

Hal ini mereka lakukan agar keluarganya tetap utuh dan ayahnya tetap betah berada di rumah. Mereka telah berhasil menggelar pesta kecil, tapi tidak untuk membuat sang ayah tetap tinggal bersama mereka.

Jam dinding pun berdetak lebih cepat dari biasanya. Di akhir cerita Marrie termenung di depan teras rumah. Lalu tak lama terdengar suara langkah kaki polisi di depan rumah mereka dengan membawa sapu tangan penuh darah.

Kisah tersebut ditutup dengan tragedi meninggalnya Thomas lantaran kecelakaan. “Namun, jam dinding tetap berdetak dan akan terus berdetak. Kisah ini mengandung makna bahwa apapun yang terjadi, kehidupan harus tetap berjalan dan dilanjutkan. Meski ditengah guncangan sepeti krisis yang melanda saat itu,” papar Khuluq saat acara sarasehan selepas pentas.

Ria Sukma Dewi salah satu penonton menyampaikan bahwa pementasan kali ini membawa isu besar yang dirangkum dalam sebuah latar keluarga kecil.  Hal tersebut menjadi cermin realitas permasalahan yang biasa dihadapi pada keseharian masyarakat.

“Pesan yang disampaikan dalam pementasan malam ini cukup tersampaikan kepada penonton, kita harus terus menjaga keutuhan pasangan maupun keluarga kita sampai akhir meskipun didalamnya terdapat berbagai masalah yang terjadi,” kesan Ria, saat diwawancarai ARENA selepas pementasan.

Para tokoh dalam pementasan Jam Dinding Yang Berdetak (foto: Selo Rasyd)

  Reporter Hesti Rokhimah | Redaktur Atikah Nurul Ummah