Lpmarena.com – Puluhan warga Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) turun ke jalan untuk melakukan aksi dalam rangka Hari Anti Tambang di Minggir, Sleman, pada Minggu (28/05). Mereka serentak menolak adanya penambangan yang telah menjarah Kali Progo, yang meliputi padukuhan Jomboran, Wiyu dan Pundak Wetan. Penambangan tersebut dilakukan oleh PT. Citra Mataram Konstruksi dan PT. Pramudya Afghani sejak 2017.
Ngajimin, salah satu warga Pundak Wetan, mengatakan bahwa pertambangan tersebut merusak lingkungan Pundak Wetan. Dampaknya, pernah terjadi tanah longsor di wilayah Pundak Wetan. Selain itu, pertambangan juga membuat masyarakat susah mencari air bersih. Saluran air hasil Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) juga menjadi kering. Bahkan masyarakat juga pernah mendapati air kotor yang bercampur dengan lumpur.
“Kadar air di dalam PAMSIMAS itu berkurang, yang awalnya kurang lebih 2 meter sekarang tinggal setengah meter, saat musim hujan juga tidak sampai 1 meter, apalagi kalau musim kering,” ungkap Ngajimin kepada ARENA.
Karena itu, pertambangan tersebut tidak hanya merugikan warga setempat, tetapi juga merusak lingkungan.
“Ibaratkan anak bayi, kami seluruh warga yang ada di sini menjerit, kami meminta tolong agar kegiatan tambang ini bisa dihentikan,” ujar Ngajimin.
Menurut Tandi, salah satu penggiat PMKP, pemberian izin tambang juga patut dipertanyakan. Pasalnya tidak semua masyarakat yang terkena dampak tambang diikutsertakan dalam penandatanganan izin tambang. Selain itu, Tandi juga mengatakan adanya pemalsuan dokumen perizinan tambang.
“Kami sangat menyayangkan atas terjadinya pertambangan tersebut karena tidak permisi terhadap masyarakat lalu dokumen-dokumen dipalsukan, tidak ada edukasi dan sosialisasi,” ungkap Tandi saat acara rembuk rakyat yang juga diikuti oleh ARENA pada Sabtu (27/05).
Atas tindakan pemalsuan, menurut Tandi, warga PMKP sudah melaporkan ke POLDA DIY. Bahkan sejak 2017, masyarakat yang terdampak wilayah tambang sebenarnya juga mengajukan penolakan dan audiensi kepada pemerintah. Mereka mengupayakan penolakan itu di tingkat kelurahan sampai di tingkat gubernur. Namun sampai sekarang mereka belum mendapatkan respon yang jelas dan laporan tersebut belum ditindaklanjuti.
“(Pertambangan) mereka sangat berdampak terhadap kerusakan tatanan hidup kami, pekerjaan kami dibatasi dan ditekan, lingkungan kami juga dirusak,” tutur Tandi.
Karena itu, dengan adanya aksi di Hari Anti Tambang ini, Tandi berharap penolakan terhadap penambangan ini bisa dikawal dan disebarluaskan bersama. Sehingga warga bisa mendapatkan keadilan dan pemerintah memberhentikan penambangan di daerah Kali Progo.
Peringatan Hari Anti Tambang yang diadakan oleh PMKP bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini diselenggarakan selama dua hari. Dibuka pada Sabtu (27/05) malam dengan acara rembuk rakyat, potong tumpeng, dan deklarasi. Lalu dilanjutkan pada besok paginya dengan kirab budaya dan penampilan kesenian.
Reporter: Nada | Redaktur: Ahmad Zamzama N.