Home BERITA Sejumlah SD di Yogyakarta Keluhkan Dana Bantuan Inklusi 2023 yang Mandek

Sejumlah SD di Yogyakarta Keluhkan Dana Bantuan Inklusi 2023 yang Mandek

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.comSD 1 Trirenggo dan SD Negeri Canden, Bantul, Yogyakarta tidak mendapat bantuan dana pendidikan inklusi pada 2023 ini. Semestinya, dana tersebut rutin diberikan setiap tahun oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Yogyakarta kepada sekolah di wilayah Yogyakarta. Dana tersebut, guna mendukung dan menunjang pembelajaran murid difabel.

Anyrokhayati, Kepala Sekolah SD Trirenggo menjelaskan bahwa urgensi dana inklusi biasanya digunakan untuk menggaji guru pendamping bagi murid yang difabel. “Biasanya dana digunakan untuk menggaji guru pendamping sendiri, jadi gurunya bisa full setiap hari datang,” terangnya ketika diwawancarai ARENA, Selasa (20/06).

Di sisi lain, sekolah kekurangan jumlah Guru Berkebutuhan Khusus (GBK) yang dapat mengajar serta menangani emosi murid difabel mental. Dikpora Yogyakarta hanya menyediakan satu guru untuk satu sekolah. Guru tersebut pun hanya datang satu kali dalam seminggu, padahal di satu sekolah terdapat sekitar 15-20 murid difabel. 

“Dari dinas memang tidak bisa minta lagi untuk ditambah GBK (Guru Berkebutuhan Khusus), kecuali dari orang tua yang mampu membawa guru pendamping sendiri,“ tambah Any.

Tak hanya untuk guru, dana inklusi tersebut juga digunakan untuk melengkapi fasilitas sekolah, seperti alat peraga untuk murid difabel. “Kedua, ya, untuk operasional karena anak-anak itu membutuhkan media atau peraga,” ungkapnya.

Dana bantuan yang tidak turun mempengaruhi proses pembelajaran murid. Any mengeluhkan pembelajaran murid tahun ajaran ini cukup terhambat, baik dalam pemahaman materi atau pengerjaan tugas.

Senada dengan Any, dana inklusi yang tidak turun tahun ini juga dikeluhkan Dwi Rahmawati, Kepala Sekolah SDN Canden. Dana yang turun, biasanya digunakan untuk asesmen dengan kisaran biaya 100-200 ribu setiap satu kali asessmen.

Asesmen adalah proses identifikasi untuk mengetahui permasalahan, hambatan, keunggulan dan kebutuhan peserta didik yang dilaksanakan tiap tahun ajaran. Hasil dari asesmen digunakan untuk proses pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti bagaimana area belajarnya, bentuk komunikasinya, atau mengolah sosial emosinya.

“Biasanya asesmen itu dibayarkan dengan dana inklusi, tapi tahun ini tidak ada dana iknlusi. Padahal kemarin waktu Covid ada dananya walaupun menurun, tapi tetap ada dananya,” terang Dwi.

Dwi menjelaskan, dengan besaran dana asesmen tersebut menyulitkan para orangtua murid. Lantarannya, tidak semua orang tua mampu untuk membayar keperluan sekolah anaknya seperti seragam, hingga pihak sekolah memberikan seragam secara cuma-cuma untuk orang tua murid yang tidak mampu.

Menanggapi hal tersebut, Dinas Dikpora menerangkan bahwa dana tidak turun tahun ini dikarenakan terbatasnya kuota dan prosesnya yang lama. “Dana inklusi itu pake Dana Keistimewaan Yogyakarta dan memang prosedurnya panjang,” kata Tri Haryani, Ketua Bidang Pendidikan Khusus Dikpora Yogyakarta, saat ditemui ARENA, Rabu (21/06).

Prosedur menurunkan dana dimulai dari sosialisasi, kemudian pembuatan proposal masing-masing sekolah, proses seleksi, kemudian MoU dan SK untuk pencairan dana bisa turun. Proses yang panjang inilah yang menjadi hambatan turunnya dana untuk sekolah inklusi, menurut Haryani.

“Kami juga bergantung dari pendapatan pemerintah daerah. Jadi kami juga harus meratakan agar semua sekolah dapat dana,” tambah Tri Wahyuni, Ketua Seksi Pendidikan Khusus Dikpora Yogyakarta.

Reporter Maria Alzahra | Redaktur Atikah Nurul Ummah | Foto kemdikbud.go.id