Home BERITA Pendidikan Iklim: Upaya Edukatif untuk Masyarakat tentang Efek Rumah Kaca

Pendidikan Iklim: Upaya Edukatif untuk Masyarakat tentang Efek Rumah Kaca

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Revolusi industri pada abad 18 membawa banyak perubahan bagi manusia dan alam. Untuk pertama kalinya  energi material alami berupa batu bara, minyak, dan gas bumi digunakan. Penggunaan energi tersebut bersamaan dengan pertumbuhan kegiatan industri yang akhirnya menimbulkan krisis iklim. 

Efek rumah kaca menjadi salah satu sebab krisis iklim terjadi begitu cepat. Efek rumah kaca merupakan fenomena terpantul dan terperangkapnya radiasi panas matahari oleh gas-gas bumi yang mengakibatkan pemanasan suhu bumi. Oleh karena itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengadakan kegiatan Pendidikan Iklim untuk mengedukasi masyarakat tentang persoalan krisis iklim di Hotel Rosalia Indah, Jumat (11/08/2023).

“Membicarakan krisis iklim tidak hanya berbicara penghematan listrik, penghematan air, atau mengatur hidup dengan pola yang baik, lebih dari itu perlu adanya komitmen pemerintah untuk turut dalam mengurangi dampak-dampak yang akan berujung kepada krisis iklim,” terang Asep, pemateri dari Greenpeace.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Sayangnya, pemerintah belum bertindak serius untuk turut mencegah pemanasan suhu bumi. Hal itu terlihat dari masifnya pembukaan lahan, pembabatan hutan, dan pertambangan, padahal sebagai negara yang terletak di garis Khatulistiwa, Indonesia akan merasakan langsung dampak krisis iklim. 

Krisis iklim menimbulkan banyak bencana, di antaranya yaitu kekeringan dan kebakaran hutan, curah hujan ekstrem, mencairnya gletser dan naiknya permukaan laut, serta kegagalan panen dan masih banyak lagi. Menurut Asep, bencana alam yang menjadi ancaman bagi negara kepulauan seperti Indonesia ialah banjir.

Kalau dilihat dari sumber daya alam, Indonesia memiliki lahan gambut yang luas dan dalam. Lahan gambut berguna untuk menyimpan banyak gas rumah kaca sehingga dapat mengurangi dan mencegah krisis iklim. Namun lagi-lagi, Asep harus menyayangkan banyak lahan gambut yang dikeringkan lalu dibakar, kemudian “dialihfungsikan” menjadi perkebunan.

Lahan gambut yang kering lalu bergesekan dengan daun atau kayu yang kering juga dapat memicu kebakaran besar yang sulit dipadamkan. Pembakaran lahan gambut akan semakin memperparah krisis iklim karena gas metana yang disimpan akan terlepas ke atmosfer. Gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang 21 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida.

“Krisis iklim ini dia tidak mengenal batas baik provinsi, desa, ataupun kecamatan. Dampak dari krisis iklim bisa dirasakan siapa saja, bahkan masalah yang disebabkan oleh negara kita akan mempengaruhi pula kepada negara lainnya,” pungkas Asep.

Reporter Nada | Redaktur Musyarrafah