Home BERITA Moderasi Beragama Menjaga Keberagaman Beragama

Moderasi Beragama Menjaga Keberagaman Beragama

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.comIndonesia dikenal sebagai negara religius yang mempunyai keragaman dalam paham agama atau keberagaman beragama. Keragaman tersebut muncul karena banyak perbedaan mulai budaya, norma, dan wawasan yang dimiliki setiap orang. Hal itu dijelaskan oleh Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama Indonesia (2014-2019) dalam International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2023 pada Kamis (24/08).

Dalam agama terdapat satu teks atau kitab yang menjadi rujukan. Teks atau kitab tersebut menurut Lukman Hakim, bersifat multitafsir sehingga melahirkan paham yang beragam. “Paham keagamaan selamanya pasti berbeda. Oleh karena itu, jangan pernah mencoba menetapkan satu pemahaman agama,” terangnya dalam konferensi yang bertajuk “Mengelola Keberagaman Agama di Ruang Publik” tersebut.

Lukman Hakim menerangkan dua kategori ajaran Islam berdasarkan sifatnya, yakni ajaran universal dan ajaran partikular. Ajaran yang bersifat universal merupakan sebuah kebenaran yang diyakini oleh semua manusia, contohnya ajaran tentang menegakkan keadilan dan mewujudkan kemaslahatan bersama. Sedangkan ajaran partikular, yakni ajaran yang punya keragaman keyakinan manusia. Ajaran partikular mempunyai banyak cabang, satu contoh kecilnya ialah tata cara beribadah.

Lebih lanjut, tata cara beribadah yang diyakini manusia, berbeda-beda, tidak ada yang tetap. Oleh pihak tertentu, perbedaan tersebut seringkali digunakan untuk membenturkan satu kelompok dengan yang lain. Padahal menurut Lukman Hakim dalam kacamata keragaman, perbedaan merupakan sebuah anugerah, bukan ancaman.

“Perbedaan itu adalah rahmat. Perbedaan itu harusnya dimaknai saling berbagi dan saling membangun sinergi. Tuhan menghendaki keragaman,” jelasnya.

Untuk  melihat sebuah perbedaan sebagai keragaman, maka diperlukan konsep moderasi beragama. Dalam PutCast Live on Stage yang merupakan rangkaian acara ICROM 2023, Habib Husein Ja’far menerangkan bahwa sejatinya manusia lahir dari pluralitas bapak dan ibu. Dalam kehidupan nyata pun, kaki yang digunakan untuk berjalan terdiri dari kaki kanan dan kaki kiri yang menunjukkan sebuah pluralitas dalam kehidupan. Namun, meskipun sudah lahir dan hidup dengan perbedaan, manusia cenderung kurang memahami makna perbedaan tersebut.

Habib juga memaparkan ayat yang sering digunakan landasan moderasi beragama, yakni “wa kadzalika ja’alnakum ummatan wasathan”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa agama Islam sejatinya sudah moderat, umatnya lah yang perlu dimoderasi. Hal itu terlihat dari kata ummatan yang menjadi predikat yang disematkan kepada kata Wasathiyah (moderat).

“Predikasi moderat dalam Al-Qur’an itu kepada ummatnya, bukan kepada agamanya. Agamanya moderat, realitas yg kita alami moderat, tapi kita enggak paham karena tidak pernah merenung. Oh iya, kita ini terbentuk dari perbedaan,” papar Habib.

Lebih lanjut menurut Habib, kata ja’alna dalam ayat tersebut mengindikasikan adanya upaya yang harus dilakukan umat Islam untuk menjadi moderat. Berbeda ketika menggunakan kata khalaqa yang maknanya menunjukkan bahwa Allah sudah menciptakan sesuatu apa adanya.

“Kalau ja’alna, Allah itu memberikan potensi berupa agama yang moderat, apakah akan benar-benar membuat umat yang menganut agama itu moderat atau tidak? Itu tergantung kepada umatnya,” pungkas Habib Husein.

Reporter Musyarrafah | Redaktur Maria Al-Zahra