Lpmarena.com-Data Asesmen Nasional 2022 menunjukkan 36,31% peserta didik berpotensi mengalami perundungan. Hal itu disampaikan oleh Kosasih Ali, Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada diskusi Pendidikan Adil dan Setara yang merupakan rangkaian acara dari Forum Remaja Nasional, Jum’at (27/10).
Kosasih menjelaskan, perundungan yaitu saat terjadinya kekerasan fisik dan psikis secara berulang-ulang. Kekerasan fisik itu seperti memukul, mencubit atau mencakar. Sementara perundungan psikis seperti merendahkan, mengejek atau menghina. Perundungan merupakan satu dari tiga dosa besar dalam pendidikan, selain kekerasan seksual dan intoleransi.
Dalam diskusinya, Kosasih menuturkan perundungan dapat menyebabkan korban tidak percaya diri, traumatik, enggan membuka diri dan jangka panjangnya korban akan balik merundung orang lain sebagai balas dendam. Dibutuhkan kekompakan dari masyarakat dan pemerintah untuk menghilangkan budaya perundungan di lembaga pendidikan.
Peran yang dapat diambil masyarakat, lanjut Kokasih, adalah menjadi Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), utamanya bagi para orangtua. Di tingkat sekolah semua tenaga pendidik, kecuali kepala sekolah, juga dapat menjadi TPPK. Di tingkat pemerintah para dinas social, dinas perlindungan anak, organisasi masyarakat atau profesi dapat menjadi bagian dari Satuan Tugas (SATGAS).
Kemendikbud juga menerbitkan Permendikbudristek no 46 tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penangan kekerasan di satuan pedidikan. Permendikbudristek ini lebih spesisifik segala bentuk kekerasan, perundungan, kekerasan seksual, diskrimanasi dan intoleransi.
“Melalui TPPK, SATGAS dan permendikbud ini adalah sebuah upaya kita bersama dalam melakukan pencegahan tindak kekerasan yang sangat merugikan sebagai perilaku bangsa,” ujar Kosasih.
Muhammad Rizki selaku panitia acara Forum Remaja Nasional menyampaikan Kemendikbudrsitek merupakan pihak yang paling bertanggungjawab untuk menciptakan ruang aman dan nyaman bagi para pelajar. Banyak sekolah yang masih abai terkait kasus perundungan, bahkan penyelesaian masalah hanya dengan cara kekeluargaan. Padahal itu tidak berefek jera pada pelaku.
“Perundungan menjadi pekerjaan rumah bagi Kemendikbud. Terlebih materi ini disampaikan oleh kemendikbud langsung, paling tidak itu menjadi auto kritik sendiri untuk untuk menjadi bahan evaluasi dari kemendikbud sendiri,” ungkap Rizki.
Pencegahan perundungan di lembaga pendidikan masuk ke dalam target dan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi segala bentuk kekerasan, dan angka kematian. Termasuk didalamnya pelakukan kejam, eksploitasi, kekerasan, dan penyiksaan pada anak.
“Untuk terciptanya demokrasi yang baik, maka yang paling penting adalah bagaimana kita menciptakan lingkungan pendidikan yang adil dan setara, karena hal tersebut adalah kunci,” pungkas Kosasih.
Reporter Ridwan Maulana (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra