Home BERITA PROYEK STRATEGIS NASIONAL (PSN), PEMBANGUNAN YANG SARAT AKAN KEPENTINGAN PENGUASA

PROYEK STRATEGIS NASIONAL (PSN), PEMBANGUNAN YANG SARAT AKAN KEPENTINGAN PENGUASA

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com-Dalam perjalanannya, regulasi Proyek Strategis Nasional (PSN) banyak dipaksakan demi kepentingan pembangunan dan investasi semata, alih-alih rakyat. Hal tersebut diungkapkan Rizki Abiyoga, dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Yogyakarta, sewaktu Fisipol Corner UGM menggelar diskusi publik dengan mengusung tema “Proyek Strategis Nasional: Demi Kepentingan Rakyat atau Kelas Penguasa?” di taman Sansiro Fisipol UGM, Kamis (26/10).

“Dari kacamata ekonomi politik, banyak regulasi yang dipaksakan dan berlanjut ke persoalan-persoalan berikutnya. Hal ini bisa dikatakan bahwa kepentingan PSN bukan untuk rakyat tapi demi keuntungan semata,” katanya.

Rizki memberikan contoh dalam kasus Lido City milik MNC Group, yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di mana mendapatkan keuntungan secara fisikal dan nonfiskal. Contoh lain seperti, Yogyakarta Internasional Airport (YIA) yang dalam peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak ada, tetapi dirubah seiring ditetapkannya PSN.

Menambahkan peryataan Rizki, Laksmi A. Savitri dari Samdhana Institute yang turut hadir menjadi narasumber dalam diskusi sore itu, memaparkan garis besar mekanisme dari PSN di mana negara akan pasang badan, dalam arti bahwa negara melindungi secara penuh proyek yang dilaksanakan dari segala macam gangguan agar tetap berlanjut.

“Negara akan memberi covered warranty, jadi jaminan risiko politik dan ekonomi jika misal terjadi sesuatu pada proyek tersebut,” jelasnya.

Selain itu, Laksmi menjelaskan Indonesia merupakan negara kapitalistik yang memiliki ciri berkiblat penuh pada pertumbuhan ekonomi, terpusat pada pembangunan infrastruktur, privatisasi yang meluas ke semua sektor publik, liberalisasi investasi global, didukung aparat keamanan juga legalisasi kekerasan. Dalam pernyataannya, ia mengutip rilis pers Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mencatat ada sebanyak 106 kasus pada konflik agraria dan PSN terjadi, meliputi sekitar 800 ribu hektar di seluruh wilayah Indonesia dengan 1 juta rakyat menjadi korban, dan perusahaan swasta banyak menjadi aktor dibalik konflik ini

Masih pada siaran yang sama, kriminalisasi banyak dilakukan dengan produk hukum sebagai legalitasnya. Dalam PSN misalnya, Pasal 362, Pasal 333, Pasal 170, 154a, dan 406 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hingga Pasal 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi instrumen bagi suburnya kekerasan pada konflik agraria.

“Undang-undang yang kemudian bisa membuat negara membiarkan kematian datang kepada kelompok yang dianggap menghambat kelancaran investasi, dan sebaliknya memberi karpet merah kehidupan berkekayaan pada kelas-kelas penguasa dan pemodal,” tambahnya.

Di sisi lain, Feri dari Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Yogyakarta menjelaskan adanya upaya menggembosi pergerakan rakyat lewat pemiskinan oleh negara, yaitu dengan cara memutus sumber penghidupan mereka. Hingga pada akhirnya memaksa warga yang melakukan perlawanan untuk tunduk dan mengalah.

“Yang terjadi pada masyarakat di sekitar PSN, adanya pemiskinan, perlawanan yang dilakukan selalu kalah karena sumber penghidupan mereka diputus sehingga mereka menjadi menyerah untuk melawan,” tuturnya.

Untuk menjawab itu menurutnya, perlu satu gerakan kolektif yang menaungi perjuangan itu. Meskipun dalam catatannya, ada sebagian orang yang ragu hal itu akan terjadi, semisal dengan para aktivis yang pernah mengalam. Namun, ia percaya dengan hadirnya orang-orang baru akan memunculkan optimisme pada gerakan, yang nantinya dapat menyatukan beragam elemen ke dalam satu gerakan.

“Kita butuh satu gerakan kolekif nasional yang kemudian berhadapan langsung dengan kekuasaan tanpa kompromi, kemudian kolektif, setara. Itu yang kemudian menjadi pr kita…bagaimana kemudian duduk bareng dan sebagainya,” tegasnya

Reporter Yusuf (magang) | Redaktur Selo Rasyd Suyudi