Lpmarena.com – Menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024, Serikat Buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY melakukan aksi demonstrasi di Tugu Yogyakarta pada Sabtu (11/11). Massa aksi menuntut Pemerintah DIY untuk kenaikan UMP.
Koordinator MPBI DIY Irsyad Ade mendesak Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur DIY untuk menaikkan upah minimum sebesar 50 persen. UMP saat ini tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup para buruh.
“Perlu adanya kenaikan upah minimum yang signifikan, mengingat berdasarkan hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang kami lakukan pada Oktober lalu, nominal upah yang layak mencapai 3-4 juta, dan itu sangat jauh dengan nominal upah buruh DIY yang hari ini masih di kisaran 2 juta. Maka perlu adanya kenaikan upah sebanyak 50%,” ungkap Irsyad saat diwawancarai ARENA.
Hal ini selaras dengan data Badan Pusat Statistik, bahwa DIY mencapai angka kemiskinan 11,04% dan menduduki provinsi termiskin di Pulau Jawa. Salah satu faktor penyebab kemiskinan yaitu kebijakan UMP yang diterapkan Gubernur DIY paling tinggi hanya Rp. 2.324.776. Sedangkan UMP yang layak berdasarkan survei KHL Sekolah Buruh paling rendah sebesar Rp. 3.169.966.
Yusril Mulyadi, Kepala Program Sekolah Buruh Yogyakarta (SBY) menilai penetapan upah yang tidak berdasarkan KHL membuat para buruh tidak sejahtera. Upah murah yang diterima oleh buruh hanya akan melanggengkan masalah ketimpangan ekonomi dan kemiskinan.
“Upah murah yang diterima oleh pekerja atau buruh jelas memberikan dampak buruk pada pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan upah yang murah maka daya beli juga akan merosot,” papar Yusril pada ARENA.
Patra Jatmika selaku perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yogyakarta menolak formula penghitungan upah terbaru melalui Peraturan Pemerintah (PP) no 51 tahun 2023. Alasannya PP tersebut tidak berbeda dari peraturan sebelumnya hingga belum ada tawaran solusi dari pemerintah mengenai upah para buruh.
“Formula pengupahan yang sudah diterbitkan oleh pemerintah beberapa hari yang lalu itu formulanya masih sama dengan formula sebelumnya. Yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks-indeks tertentu. Indeks-indeks tersebut hanya dibatasi 0,1 sampai 0,30 sedangkan PP tersebut hanya mampu mendobrak upah maksimal 10 persen. Dan itu kami tolak mentah-mentah,” terangnya kepada ARENA.
Bagi Yusril kebijakan upah murah merupakan penindasan bagi kaum buruh yang sudah terstruktur. Maka perjuangan melawan penindasan pun dilakukan dengan terstruktur, salah satunya membangun kesadaran mahasiswa melalui pendidikan.
“Ruang-ruang pendidikan mengenai isu perburuhan tidak mesti hanya untuk kalangan pekerja atau buruh saja, tapi juga meliputi mahasiswa yang masa depannya tidak akan terelakkan dari dunia perburuhan” pungkas Yusril.
Reporter Hidayatullah (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra