Lpmarena.com – Biennale Jogja 17 adakan Pameran anak Saba Sawah di Balai Budaya Karang Kitri, Panggungharjo, Bantul dengan mengundang komunitas Utusan Negeri Dongeng pada Sabtu (16/11). Pertunjukan dongengnya memakai media wayang kertas yang menceritakan perjalanan dua anak mencari Negeri Warat.
Pulanco, salah satu pendongeng menuturkan cerita yang diangkat membawakan isu pentingnya menjaga lingkungan. Melalui dua tokohnya, Polpol dan Tuki, yang mengajarkan pentingnya menjaga kelestarian alam. Tujuannya agar alam itu dapat dihuni oleh manusia. Cerita ini juga berisikan larangan untuk mengeksploitasi alam secara berlebihan.
“Ceritanya sendiri kami mengangkat isu alam, kalau yang mau dibawakan nanti bahwasannya kita harus saling tolong-menolong, bahwa makhluk itu tidak bisa bahagia sendiri, tidak boleh mengorbankan kebahagiaan makhluk lain,” jelas Pulanco.
Bagi Pulanco, mendongeng akan membuat anak-anak membayangkan hal-hal yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan. Seperti memanjat pohon besar, bermain dan mencari ikan di sungai yang sekarang mungkin tidak bisa mereka lakukan karena masifnya pembangunan. Pembangunan seperti hotel, mall dan pusat perbelanjaan menghilangkan wahana bermain anak-anak.
Hal yang senada juga diutarakan oleh Febri, salah satu pendongeng. Mendongeng berefek pada perkembangan kreativitas anak-anak. Mereka dapat berimajinasi tanpa batas. Namun, permasalahannya saat ini orang tua lebih memilih menyuguhkan gawai yang serba instan untuk anak mereka, padahal hal tersebut dapat membatasi ruang imajinasi mereka.
“Dongeng itu menurut kita salah satu wadah kreatifitas di mana kita menciptakan ruang imajiner. Tapi, sekarang permasalahannya anak-anak dari kecil sudah dicocok teknologi yang serba instan, jadi ruang untuk berimajinasinya itu kurang karena mereka sudah menerima bentuk visualnya,” tutur Febri.
Pameran anak Saba Sawah merupakan ruang pembelajaran yang interaktif bagi anak-anak. Sebagaimana yang disampaikan Karen Andini, kurator pameran, kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak-anak pada pengetahuan lokal.
Karen menjelaskan arti dari “Saba Sawah” yaitu bermain di sawah. Kegiatan ini bentuknya bermain sambil belajar. Anak-anak sebagai partisipan diajarkan membuat karya seni kemudian dipamerkan, seperti gerabah, membatik, melukis mural dan membuat wayang kertas. Sebenarnya ada banyak pengetahuan lokal yang sering diabaikan karena dianggap ketinggalan zaman.
“Kami membuat gagasan untuk menjadikan sawah sebagai peluang yang menjadi ruang alternatif belajar bagi anak-anak. Saba Sawah berasal dari kata sobo artinya bermain, jadi semua aktifitas yang dilakukan di sawah seperti bermain layang-layang, melihat pematang sawah, bertani, merumput, dan lain sebagainya,” ujar Karen.
Siska, salah satu fasilitator anak menerangkan pameran ini sangat bermanfaat dan terjangkau untuk diikuti anak-anak. Mereka dapat mengenal budaya dan lingkungan yang ada di sekitarnya
“Acara ini sangat cocok dengan keadaan desa kami dan emang tempatnya dekat, yaa kenapa tidak. Dan yang pasti untuk menumbuhkan rasa minat anak-anak terhadap budaya, seni dan lingkungan sekitar mereka,” pungkas Siska.
Reporter M. Fiqhan Shiddiqul (magang) | Redaktur Maria Al-Zahra