Lpmarena.com – Tahun 2023 UIN Sunan Kalijaga merampungkan pembuatan guiding block untuk difabel netra. Namun, di beberapa tempat masih ditemukan guiding block yang berlubang dan tidak sesuai standar, hal ini disampaikan Fanza Fauzan, mahasiswa Ushuluddin. Padahal infrastruktur tersebut dibutuhkan bagi difabel netra.
Fanza mengungkapkan guiding block yang rusak, seperti di depan Fakultas Dakwah dan Komunikasi dapat membahayakan nyawa. Bukan hanya dari kerusakan, tetapi juga penempatan yang tidak sesuai, alurnya yang berbelok-belok dan guiding block yang tidak timbul menyulitkan difabel netra.
“Ada guiding block di kampus barat yang dekat dengan plang besi gitu. Nah, itu kan kalau kita nyerong dikit aja itu bisa kena kepala. Juga yang ke arah perpus, itukan dari bawah naik ke trotoar, kurang efisien karena akhirnya jadi membingungkan dan juga berkelok-kelok gitu. Kalau di trotoar misalkan kita kurang fokus dikit bisa langsung jatuh,” papar Fanza.
Bukan hanya kerusakan dari guiding block saja yang menyulitkan difabel netra. Tempat-tempat yang belum dipasang guiding block pun beresiko bagi mereka. “Kalau nabrak ya sering. Tapi yang lebih sering itu di tempat yang nggak ada guiding blocknya, kaya di fakultas,” jelas Fanza.
Tidak tersedianya guiding block juga membingungkan. “Kok aku jadi kesini, padahal seharusnya masih lurus, tapi aku udah belok,” lanjut Fanza.
Fasilitas yang disediakan kampus selain guiding block, juga terdapat ramp atau landaian yang memudahkan mobilitas difabel daksa. Meta Puspitasari, Dosen Fakultas Ushuluddin, salah satu penggunanya dengan memakai kursi roda sebagai alat mobilitasnya.
Meta memaparkan adanya ramp sangat membantu, tetapi masih ada beberapa ramp yang belum sesuai karena terlalu tinggi landaiannya, hingga membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu gedung dengan ramp yang tinggi ada di Pusat Teknologi Informasi Dan Pangkalan Data (PTIPD). Namun, permasalahan ramp bukan hanya soal tingginya landaian melainkan kesadaran para pengguna kendaraan yang menghalangi mobilitas difabel daksa.
“Adanya turunan landai itu sudah sangat membantu. Tapi, tidak jarang di depan fakultas itu ada mobil parkir. Justru problemnya di situ. Kalau dari segi landaian itu dari segi ketinggian itu sudah standar. Problemnya adalah parkir mobil yang justru di depan banget hingga menghalangi kita untuk akses naik,” keluh Meta.
Permasalahan mengenai kendaraan juga dikeluhkan oleh Fanza. Ada beberapa guiding block yang tertutupi oleh kendaraan, entah mobil atau motor.
“Sering kali ada kendaraan yang parkir pas di guiding block. Biasanya pas di tengah-tengah jalan masuk gedung Fakultas Ushuluddin. Pas di pertigaan guiding block, mau belok kanan itu ada mobil dulu,” keluh Fanza.
Dwi Sri Lestari, staff PLD menanggapi permasalahan parkir kendaraan disebabkan karena minimnya lahan parkir, tidak adanya tukang parkir di semua tempat dan kurangnya kesadaran pengguna kendaraan.
“Tukang parkir hanya ada di belakang gedung FEBI dan parkiran depan perpustakaan. Hanya ada di ujung, sehingga kemungkinan yang tengah-tengah itu tidak diatur. Juga ada kemungkinan besar pengemudi mobilnya itu lupa. Kadang saking buru-burunya lupa apakah ketika parkir di situ akan mengganggu orang lain atau tidak,” ungkap Dwi.
Parkir kendaraan yang menutupi Guiding Block (Afifah T/ Arena)
Sementara itu mengenai permasalahan guiding block yang rusak, Dwi menjelaskan bahwa pembangunannya sejak awal salah peletakan karena melewati jalan utama untuk akses kendaraan hingga cepat rusak.
“Kemungkinan nanti juga akan diperbaharui. Karena prosesnya memang tidak semudah itu,” kata Dwi.
Di lain sisi, Suswini selaku kasubag tata usaha dan rumah tangga berdalih pihaknya sudah melakukan peninjauan dan pengontrolan guiding block yang rusak.
“Ini untuk guiding block juga jalan-jalan yang bolong di area kampus. Jadi seminggu 2x saya akan keliling mengontrol dan melihat. Jika ada yang bermasalah saya foto lalu saya kirim ke grup staf yang bagian menangani hal itu. Saya bilang, ‘tolong diperbaiki’ dan mereka akan terjun langsung ‘siap bu’ di perbaikilah hari itu juga,” jelas Suswini.
Fanza berharap semoga kampus lebih serius memfasilitasi infrastruktur bagi difabel dan adanya edukasi pada seluruh civitas akademika di UIN mengenai inklusivitas.
“Harapanku yang pertama, kalau misalkan emang pengen lebih serius untuk memfasilitasi itu coba dipelajari terlebih dahulu penempatannya supaya ke kitanya nyaman dan ke temen-temen lain juga nyaman. Yang kedua, diharap seluruh gedung yang ada di UIN bisa terpasang untuk memudahkan aksesibilitas tunanetra,” pungkas Fanza.
Reporter Afifa Thoyyibah (Magang) | Redaktur Maria Al-Zahra