Home BERITA AIDRAN Soroti Pembangunan Infrastruktur Bagi Difabel di Indonesia

AIDRAN Soroti Pembangunan Infrastruktur Bagi Difabel di Indonesia

by lpm_arena
International Conference Disability Rights
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com – Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) menggelar konferensi “Advancing Disability Rights: Disability Inclusive Development Reimagined” pada Rabu (22/11) di UGM. Bahrul Fuad, Komisaris Komnas Perempuan menyampaikan pembangunan di Indonesia belum ramah difabel.

Bahrul sebagai pengguna kursi roda, menuturkan, ramp yang tersedia di ruang publik belum memenuhi standar. Walaupun pengadaan ramp sudah terpenuhi di banyak tempat, tapi beberapa yang terlalu tinggi atau curam. Maka kerap kali ia meminta tolong pada orang lain untuk melewati ramp.

“Ketika dipertanyakan kepada pemerintah partisipasi penyandang disabilitas dalam perumusan kebijakan, maka pemerintah akan mengklaim sudah dilakukan. Tapi masalahnya, setelah partisipasi itu tidak ada meaningful consultation,” papar Bahrul.

Partisipasi difabel, lanjut Bahrul, memang sudah dilakukan. Namun, untuk konsultasi selanjutnya belum diterapkan secara optimal.

 “Sudah ada aspirasi, tapi ketika sudah jadi ketetapan hukum tidak ditanyakan ulang kepada penggunanya,” ungkap Bahrul. Padahal seharusnya ditanyakan kembali pada difabel terkait efektifitas pembangunan  fasilitas bagi difabel, seperti ramp atau guiding block.

Slamet Thohari selaku ketua AIDRAN, menambahkan pembangunan fasilitas bagi difabel menjadi salah satu pokok pembahasan konferensi. Infrastruktur memiliki peran besar untuk mewujudkan hak-hak difabel.

“Meskipun infrastruktur tidak dapat berbicara, tapi pastinya ia mampu menyampaikan pesan bahwa tempat tersebut terbuka untuk siapapun,” kata Thohari.

Bukan hanya pembangunan infrastruktur yang menjadi persoalan bagi difabel. Bahrul juga mengeluhkan ketersediaan sarana bagi difabel, seperti kursi roda, tongkat, atau alat bantu pendengaran yang masih minim. Kalaupun ada sarana-sarana tersebut pastinya berada di kisaran harga yang cukup mahal dan tidak terjangkau masyarakat menengah ke bawah.

“Di Indonesia yang jadi persoalan itu sulitnya mendapat alat bantu yang murah. Walaupun bangunan sudah aksesibel, tapi kalau kursi rodanya rusak tidak ada gunanya. Maka pemerintah semestinya juga memikirkan masalah alat bantu. Kursi roda ini kalau rusak harus beli sendiri dan kalau beli di Indonesia itu tidak murah. Bahkan ini saya beli kursi roda dari luar negeri,” pungkas Bahrul.

Reporter Afifah Thayyibah (Magang) | Redaktur Maria Al-Zahra